BENNY YOHANES atau biasa dikenal dengan nama alias BenJon, adalah pengecualian dalam konstelasi teater Indonesia mutakhir. Ia adalah sosok seniman “loba”. Betapa tidak. Ia aktor, sutradara, penulis lakon, dan kritikus sekaligus. Bahkan, seturut pengakuannya, segala pekerjaan sering ia borong: bikin proposal, mendesain poster, skeneri, lampu, properti, menukanginya, menjahit kostum, merias, hingga belanja material pentas. Gilanya lagi, dia seorang akademisi. Dengan segalanya itu, BenJon adalah salah satu dari segelintir akademisi seni Indonesia yang punya banyak bukti pertanggungjawaban keakademisiannya.
Buku Metode Kritik Teater: Teori, Konsep dan Aplikasi, adalah buku pertama yang mengulas metode kritik teater secara cukup komprehensif—di samping juga menjadi kritik itu sendiri bagi dunia teater Indonesia. Dan, selama ini, belum ada buku kritik teater yang memadukan atau menautkan wilayah teori, konsep, dan aplikasi kritik. BenJon memulainya lewat buku ini (hal ix).
Secara sistematis, BenJon membagi buku ini menjadi lima bahasan. Pertama, Teori Kritik Teater. Kedua, Orientasi Kritik Teater: Model Tulisan Kritik dan Tujuannya. Ketiga, Kritik dan Riset: Fenomena Teater Modern Indonesia. Keempat, Kritik dan Retrospeksi: Sejumlah Problem Teater Modern Indonesia. Kelima, Kritik dan Diskursus: Wacana Teater Modern Indonesia. Penyusunan bab seperti di atas, kata BenJon dalam pengantarnya, agar pembaca dapat memahami konstelasi dari dunia kritik, mulai dari tingkat yang bersifat teoritis, kemudian konsep untuk memandu aktivitas kritik, aplikasi penulisan dan syarat konten kritik, dan terakhir materi bandingan dari sejumlah tulisan yang berorientasi kritik.
Baca Juga:Seniman dan Jual-Gadai KemiskinanSurat Terbuka untuk Rakyat Amerika, Saat Rusia Merayakan Kemenangan Perang Dunia II Atas Nazi
Dan tidak seperti kebanyakan penulis lainnya, BenJon justru menyusun rapi bagian-bagian pembahasan itu jauh sebelum sampai ke tangan penerbit. Alhasil, editor hanya melakukan sejumlah penyelarasan kecil termasuk membiarkan tertulis apa adanya beberapa kosakata dan pemaknaan aneh gaya BenJon yang terkesan hanya dipahami sendiri dan samasekali tidak bisa ditemukan dalam KBBI. Atau, boleh jadi, akan dapat dipahami dengan cara mengurut logika kalimat dan konteks pokok soal yang ditulis sebelum dan sesudahnya. Tapi ini akan menjadi kerja keras berikutnya dalam proses pembacaan dan pemahaman terhadap alur berpikir BenJon yang tidak linear itu. Misalnya, pembaca akan menemukan istilah limbik, ludik, betirai, dan masih banyak lagi kosakata yang, mau atau tidak, memaksa kening harus berkerut.