PANDEMI Covid-19 ditambah operasi militer Rusia di Ukraina dipercaya akan mendatangkan efek buruk bagi dunia internasional.
Berbicara kepada surat kabar Bild, Menteri Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Jerman Svenja Schulze mengatakan, akibat dua peristiwa itu dunia akan menghadapi krisis pangan akut karena melonjaknya harga pangan.
“Situasinya sangat dramatis,” kata Schulze, memperingatkan tentang kelaparan yang mengancam yang tidak terlihat sejak Perang Dunia II.
Baca Juga:Nikuba ‘Niku Banyu’ Alat Penghemat BBM Buatan Warga Cirebon Bikin Sepeda Motor TNI Tempuh Jarak Ratusan KilometerSumpah Vladimir Putin ‘Seperti Pada Tahun 1945’ Ukraina akan Dibebaskan dari Kotoran Nazi
“Menurut Program Pangan Dunia PBB, lebih dari 300 juta orang sudah menderita kelaparan akut dan PBB harus terus-menerus merevisi data ini ke atas,” lanjutnya.
Schulze juga mengingatkan bahwa saat ini harga pangan di seluruh dunia telah tumbuh sepertiga dan telah mencapai “tingkat rekor”.
“Pesan pahitnya adalah bahwa kita menghadapi kelaparan terburuk sejak Perang Dunia II, yang dapat menyebabkan jutaan (orang) mati,” ujarnya.
Dalam pernyataannya pada 6 Mei , Program Pangan Dunia telah memperingatkan bahwa 44 juta orang di seluruh dunia berbaris menuju kelaparan karena gandum Ukraina tidak dapat menjangkau mereka, dan menyerukan agar pelabuhan Laut Hitam dibuka sehingga gandum ini dapat dikirim ke yang membutuhkan.
Schulze dengan cepat menyalahkan Moskow atas perkembangan tersebut dengan menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan perang melalui kelaparan.
Dia mengklaim bahwa Rusia telah “mencuri biji-bijian dari Ukraina” dan sekarang mengambil keuntungan dari negara-negara yang bergantung pada produk pertanian Rusia dan Ukraina dengan menawarkan makanan hanya kepada mereka, yang benar-benar pro-Rusia.
Konflik yang sedang berlangsung di Ukraina telah memicu kekhawatiran akan kekurangan gandum global karena harga gandum melonjak ke level tertinggi beberapa tahun di bulan Maret. Baik Rusia dan Ukraina adalah pemasok gandum utama, menyumbang sekitar 30 persen dari ekspor global. (*)