Atas hal itu, DPD RI menyimpulkan bahwa ada persoalan di wilayah fundamental, atau di wilayah Hulu yang harus dibenahi. Karena tidak mungkin persoalan yang bersifat mendasar tersebut dibenahi dengan pendekatan Karitatif atau Kuratif di Hilir.
“Pada Sidang Bersama, 16 Agustus 2021 lalu, di hadapan Presiden dan Wakil Presiden, serta pimpinan MPR RI dan DPR RI, saya sudah menyatakan perlunya negara ini melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Perlunya membaca kembali konsepsi Negara Kesejahteraan yang dirumuskan para pendiri bangsa dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar naskah asli di ayat 1, 2 dan 3,” tukasnya.
Sejak saat itu, dirinya mulai memantik kesadaran publik, baik elit politik maupun segenap elemen bangsa Indonesia, untuk melakukan refleksi dan pendalaman atas suasana kebatinan para pendiri bangsa dalam menyusun cita-cita negara ini, seperti termaktub di dalam naskah pembukaan UUD 1945.
Baca Juga:Diduga Kebocoran Gas, Korban Tewas Ledakan Hotel Havana Bertambah Jadi 26 OrangFort Rotterdam, Benteng Tua Tempat Pangeran Diponegoro Pernah Ditahan di Kota Pesisir
“Kondisi bangsa saat ini tak bisa didiamkan. Harus ada teguran kepada pemerintah supaya kembali ke jalan yang lurus. Ikhtiar kita ini murni ingin agar Indonesia lebih baik dan keberpihakan yang konkret kepada rakyat,” katanya.
“Kalau para pengamat ekonomi sudah bersuara, tetapi dianggap angin lalu, maka saya siap menyuarakan pikiran-pikiran dari para pakar ini karena yang disampaikan adalah kebenaran,” tegas LaNyalla.
Anggota DPD RI asal Sulawesi Selatan Tamsil Linrung mengaku bahwa sekarang ini sudah terbangun imej bahwa Ketua DPD RI dan lembaganya adalah simbol perlawanan. Dalam arti perlawanan yang positif, karena membela kepentingan rakyat.
“Negara kita bisa disebut sebagai negara gagal, karena terlalu banyak masalah dan utang. Makanya DPD RI minta masukan-masukan dari berbagai elemen, terutama dari para pakar ekonomi untuk membenahi bangsa ini,” kata dia. (*)