Laporan tertanggal 9 Oktober 2020 itu berisi tuduhan pemalsuan KTP Eddy Suryadi. Laporan ini berlanjut sampai persidangan di PN Denpasar. Sidang putusan pada 12 Juli 2021, dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Handajani Day dengan anggota Heriyanti dan Konny Hartanto menyatakan Ni Luh Widiani terbukti bersalah melakukan pemalsuan sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 264 ayat (2) KUHP.
Widiani pun dipenjara 1 tahun dan 2 bulan. Majelis hakim yang sama mengabulkan gugatan yang diajukan adik Eddy Suryadi, Putu Antara Suryadi dalam perkara perdata pembatalan perkawinan.
Majelis hakim membatalkan akta perkawinan Ni Luh Widiani dengan Eddy Suryadi dan akta kelahiran JAS –anak hasil perkawinan tergugat dengan Eddy Suryadi– yang dikeluarkan Dinas Dukcapil Kota Denpasar. Majelis hakim dalam putusannya pada 3 Mei 2021 menyatakan kedua akta tersebut batal demi hukum, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca Juga:Tim Putra Indonesia Siap Tempur Lawan SingapuraDiperkuat Pemain Muda, Tim Uber Siap Ladeni Prancis
“Perkawinan antara ibu Widiani dan almarhum pak Eddy Suryadi juga dinyatakan batal demi hukum, tidak sah (no legal force) dan tidak pernah ada (never excited) dengan segala akibat hukumnya,” kata Agus.
Tragisnya, menurut Agus, dalam pertimbangan pembatalan akta kelahiran JAS, majelis hakim hanya berasumsi melegalkan kata “patut diduga”, tanpa bukti dengan mengatakan JAS bukan anak dari perkawinan Widiani dengan Eddy Suryadi.
Alasannya, Eddy Suryadi mengalami sakit stroke sejak 2012. Guru Besar FH UKI Prof. Dr. Mompang L Panggabean, SH.M.Hum berpandangan seharusnya ada bukti ilmiah yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim. Bukti ilmiah itu berupa tes DNA, seperti yang dilakukan dalam status anak dalam perkawinan siri Machica Mochtar dengan Moerdiono.
Menjelang menghirup udara bebas dan bersama anak kandung dan anak angkatnya merayakan Hari Raya Nyepi pada Maret 2022, Widiani harus pasrah tetap “dikerangkeng” di Lapas Perempuan Kerobokan. Perempuan 42 tahun ini kembali diadili dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Widiani dianggap menggunakan surat palsu, yakni akta otentik dalam RUPS.
Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum I Gusti Ngurah Wirayoga pada 22 Februari 2022 dengan dasar laporan polisi Nomor LP/B/0574/X/Bareskrim tertanggal 9 Oktober 2020.