KAMPUNG Pitu terletak di puncak sebelah timur Gunung Purba Nglanggeran, Padukuhan Nglanggeran Wetan, Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Selama ratusan tahun Kampung Pitu di Gunungkidul hanya ditinggali oleh tujuh keluarga sesuai dengan wasiat leluhur.
Ada cerita legenda yang hingga kini masih dipercaya dan menjadi warisan turun-temurun masyarakat setempat. Dikutip dari berbagai sumber, salah satu legenda yang cukup terkenal yaitu tentang Tlogo (Telaga) Guyangan yang berada tepat di tengah kampung tersebut.
Meski berada di puncak gunung dengan ketinggian 625 mdpl, kampung ini tak pernah kesulitan air berkat Tlogo Guyangan. Sekilas, telaga tersebut berupa sawah yang berada di cekungan batuan besar. Sedangkan di salah satu sisinya terdapat sumur mata air yang kini menjadi andalan hidup masyarakat Kampung Pitu.
Baca Juga:Kedalaman Sungai yang Mengalir di Wilayah Pantura Jawa Barat, Pernahkah Anda Bertemu Buncul?Geger Buaya Buntung dari Bantar Kaphetakan Cirebon
Tlogo Guyangan tak pernah surut meski kemarau panjang melanda. Masyarakat setempat percaya Tlogo Guyangan bukan sembarang telaga.
Konon, Tlogo Guyangan merupakan tempat pemandian kuda sembrani yang menjadi tunggangan para bidadari. Berdasarkan cerita yang beredar masih ada jejak kaki kuda sembrani yang tampak di bebatuan yang mengelilingi telaga tersebut.
Ceritanya, dulu ada abdi dalem yang sering mengambil bekas tapak kuda itu, hanya dengan berbekal mantra tertentu tapak kuda tersebut dapat terlepas.
Tak hanya soal telaga dan cerita rakyat tentang kuda sembrani serta bidadarinya, masyarakat Kampung Pitu dan sekitarnya percaya tak boleh ada pertunjukan wayang. Paling tidak hingga sejauh lima kilometer dari Tlogo Guyangan, masyarakat pantang menggelar pertunjukan wayang.
Di luar radius itu, masyarakat yang akan menggelar pertunjukan wayang harus menghadap ke Gunung Nglanggeran. (*)