Mendapati semua yang mengikut sayambara terkalahkan Rara Bagdad kemudian menantang kepada siapa saja yang hadir untuk ikut dalam sayambara, dalam kondisi itulah kemudian sosok pria misterius muncul, ia adalah Buaya buntung yang sering menggangu penduduk Bungko.
Pria misterius itu kemudian bertarung dengan Rara Bagdad di atas arena, ia rupanya sakti, kesaktiannya dikisahkan luar biasa, Rara Bagdad terdesak, dalam kondisi terdesak itulah ia kemudian melarikan diri, terus melarikan diri hingga sampai ke hadapan Sunan Gunung Jati.
Mengetahui buruannya melarikan diri buaya buntung mengejar, dan terus mengejar, hingga pengejarannya terhenti karena ia mendapati Rara Bagdad berada disamping Sunan Gunung Jati.
Baca Juga:Kesultanan Kanoman Cirebon Gelar Pisowanan Ageng di Bangsal Jinem, 7 MeiLaga Dramatis Semifinal Real Madrid vs Man City di Liga Champions
Buaya Buntung itu pun kemudian di tangkap, dan setelah ditangkap ia kemudian dijatuhi tuduhan menggangu ketertiban Desa Bungko dengan cara menggangu para gadis-gadisnya
Pada mulanya pria misterius itu membantah, akan tetapi karena karomahnya Sunan Gunung Jati, ia pun dikisahkan mengakui, dan bahkan menangis karena sudah melakukan perbuatan yang tak bermoral. Ia kemudian tobat, dan memeluk Islam dihadapan Sunan Gunung Jati.
Buaya Buntung itu dikenal dengan nama Pangeran Puti. Selepas peristiwa itu Pangeran Puti kemudian dimaafkan dan dibiarkan hidup di Bantar Kapethakan.
Bantar Kaphetakan kini menjadi sebuah desa yang dikenal dengan Desa Kapetakan. Nama Kapetakan juga kini dijadikan nama Kecamatan di wilayah itu. Desa ini terletak di utara Cirebon.
Informasi mengenai kisah Pangeran Puti yang suka menyatroni para perawan itu dapat kita jumpai dalam Naskah Mertasinga Pupuh XXXVII.01-08. Dalam naskah ini Pangeran Puti digambarkan dengan bahasa kiasan, dia diumpamakan sebagai seorang laki-laki yang dianugerahi kesaktian luar biasa, sebab ia mampu hidup di air, ia tinggal di kedalaman air Bantar Kaphetakan, merajai 40 buaya jadi-jadian.
Pangeran Puti sendiri dalam naskah ini digambarkan sebagai keturunan Syekh Syamsu Trambas, anak dari Syekh Mustaqim. Meskipun demikian ia juga digambarkan bukan sebagai pemeluk Islam, oleh karena itulah kemudian di Islamkan oleh Sunan Gunung Jati. (*)