BUAYA lazimnya menyukai daging tanpa pandang bulu, apakah daging domba, kerbau, rusa dan sebagainya, maka tidak demikian dengan buaya buntung, ia hanya menyukai daging perawan yang molek-molek saja.
Kisah buaya buntung dari Bantar Kaphetakan yang sekarang menjadi desa Kapetakan itu gegernya sampai Ibu Kota Kerajaan Cirebon. Bahkan saking kronisnya Sunan Gunung Jati menerjunkan murid tercantiknya Rara Bagdad untuk memancing buaya buntung yang suka menculik para perawan cantik itu untuk keluar dari persembunyiannya.
Bantar Kaphetakan merupakan nama lain dari rawa-rawa yang dipenuhi air, disinilalah tempat buaya buntung itu bersembunyi. Wilayah bantar kaphetakan pada masa itu merupakan wilayah kekuasan Ki Gede Bungko. Salah satu pejabat Kerajaan Cirebon yang diberi kekuasaan di Desa Bungko dan sekitarnya.
Baca Juga:Kesultanan Kanoman Cirebon Gelar Pisowanan Ageng di Bangsal Jinem, 7 MeiLaga Dramatis Semifinal Real Madrid vs Man City di Liga Champions
Suatu hari Ki Gede Bungko digegerkan oleh peristiwa yang menurutnya memusingkan, sebab setiap malam tiba rakyatnya terutama yang memiliki anak gadis disatroni seorang laki-laki yang tak dikenal. Kejadian itu terus berulang-ulang hingga banyak perawan yang menjadi korban keganasan laki-laki itu.
Meskipun telah dilakukan ronda dan penjagaan keamanan di desa-desa dibawah kekuasaan Ki Gede Bungko, tapi rupanya gerakan laki-laki berhidung belang atau yang dalam bahasa Cirebon disebut Buaya Buntung itu tetap tidak terpantau. Ia tetap berhasil menyatroni para perawan yang di incarnya.
Mendapati kaeadaan itu, Ki Gede Bungko kemudian melaporkan kejadian di desanya itu kepada Sultan Cirebon yang kala itu dijabat oleh Sunan Gunung Jati. Mendapati laporan itu Sunan Gunung Jati kemudian memerintahkan murid wanitanya yang bernama Rara Bagdad untuk menangkap buaya buntung yang misterius itu.
Sunan Gunung Jati kemudian dikisahkan menyusun sebuah rencana penangkapan, Rara Bagdad diperintahkannya untuk membuka Sayambara pencarian jodoh, ia diperintahkan untuk menantang seluruh pembesar Cirebon dan luar Cirebon untuk bertarung dengannya, siapa saja yang dapat mengalahkannya maka berhak untuk mengawininya.
Sayambara model pencarian jodoh bagi wanita-wanita sakti di Cirebon ini memang sudah tradisi, sama seperti kisah pencarian jodohnya Nyimas Gandasari.
Singkat cerita, banyak para pembesar Cirebon dan luar Cirebon yang datang untuk mengikuti sayambara ini, dalam sayambara itu, tidak ada satupun para pembesar Cirebon yang mampu mengalahkan Rara Bagdad, semuanya mentah dan terkalahkan.