Konstitusi Tiongkok saat ini adalah kekayaan ide untuk diplomasi damai. Konstitusi Tiongkok saat ini menyatakan dalam pembukaannya bahwa Tiongkok “mengikuti jalan pembangunan damai” dan “mengambil upaya untuk menjaga perdamaian global.”
Pernyataan sebelumnya merupakan rangkuman dari 40 tahun pengalaman China dengan reformasi dan keterbukaan. Mengikuti jalan pembangunan damai dan menjaga perdamaian internasional adalah demi kepentingan terbaik rakyat Tiongkok dan kepentingan nasional Tiongkok.
Di wilayah opini publik Tiongkok, tidak ada kekurangan pemikiran dan argumen yang jernih tentang perang Rusia-Ukraina, yang sepenuhnya dapat dimengerti. Namun, untuk memahami dan mengatasi dilema geopolitik ini, kita harus melampaui peristiwa sementara atau tujuan jangka pendek dan membuat keputusan berdasarkan kepentingan dasar Tiongkok.
Baca Juga:Film Kuntilanak 3 Tayang 30 April, Simak Saat Syuting Begini Pengakuan Sara di Benteng Van den BoschMulai 28 April, Pemerintah Resmi Larang Ekspor Minyak Sawit Mentah
Deklarasi Konstitusi China saat ini tentang perdamaian dan pembangunan, serta deklarasi tentang komunitas dengan masa depan bersama bagi kemanusiaan, telah menyediakan sumber daya intelektual yang kuat dan penilaian untuk perilaku diplomatik China.
Dalam praktik diplomasi Tiongkok, kita harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang semangat Konstitusi dan menggunakannya sebagai landasan untuk menangani isu-isu penting dalam hubungan diplomatik bilateral dan multilateral, serta dalam politik dunia.
Diplomasi Tiongkok seharusnya tidak malu untuk mengadvokasi ide-ide pasifis yang melekat dalam konstitusi Tiongkok, yang harus dibagikan Tiongkok dengan seluruh dunia. Upaya harus dilakukan dalam praktik diplomatik untuk membangun konsensus global dan secara bertahap mengeksplorasi konstruksi kerangka politik global yang mampu menyelesaikan bencana geopolitik saat ini secara damai.
*M. Raihan Ronodipuro dianugerahi Beasiswa MOFCOM Tiongkok dan memperoleh gelar Magister Hukum dalam Hubungan Internasional dari School of International and Public Affairs di Jilin University di Tiongkok. Beliau menjabat sebagai Associate Researcher di Departemen Politik dan Keamanan di Center for Indonesia-China Studies (CICS).