DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Panja Penyelamatan Garuda yang dibentuk oleh Komisi VI mengajukan beberapa usulan untuk membantu PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk terhindar dari kebangkrutan.
“Kami mendesak Kementerian BUMN dan Garuda Indonesia untuk konsisten mengimplementasikan rencana bisnis yang telah disepakati, yaitu dengan mengoptimalkan rute penerbangan, jumlah dan jenis pesawat, mengurangi biaya sewa pesawat, meningkatkan pendapatan kargo, dan bisnis turunan atau ancillary lainnya,” kata Deputi Komite VI. Ketua Umum Martin Manurung dalam siaran persnya, Senin (25/4).
Martin mengatakan, Komite VI juga menyetujui usulan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun kepada PT Garuda Indonesia.
Baca Juga:Begini Kata Panglima TNI Soal Pemecatan Terawan dari IDIIsrael Tutup Perbatasan Erez dari Jalur Gaza Usai Serangan Roket
PMN tersebut berasal dari Cadangan Pembiayaan Investasi Anggaran 2022 yang akan dicairkan jika PT Garuda Indonesia mencapai kesepakatan dengan krediturnya dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),” kata Martin.
DPR juga meminta pemerintah mempertahankan minimal 51% kepemilikan di perusahaan penerbangan tersebut.
“Kami memahami ada opsi untuk mendatangkan investor strategis dalam proses penyelamatan Garuda Indonesia. Oleh karena itu, Panja meminta Kementerian BUMN dan Garuda Indonesia untuk melapor terlebih dahulu kepada Komisi VI jika berencana mendatangkan investor strategis, asalkan kepemilikan negara bisa dipertahankan minimal 51%,” lanjut Martin.
Seperti dilansir CNBC Indonesia, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Garuda secara teknis bangkrut karena memiliki ekuitas negatif US$2,8 miliar (Rp40 triliun).
“Pandemi memperburuk kondisi keuangan Garuda Indonesia dengan tambahan utang US$100 juta-US$150 juta atau Rp1,5 triliun-Rp2 triliun per bulan,” katanya.
Lebih lanjut mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu merinci, Garuda Indonesia memiliki aset lancar senilai US$6,93 miliar (Rp99 triliun) dan kewajiban senilai US$9,76 miliar (Rp140 triliun). Dari total kewajiban tersebut, utang yang timbul dari sewa pesawat sebesar US$9 miliar (Rp128 triliun).
“Jika melihat neraca, ekuitas negatif Garuda Indonesia kini melebihi PT Asuransi Jiwasraya,” ujarnya. (*)