HARI Bumi Jumat ini adalah momen besar dalam kalender lingkungan yang muncul karena laporan baru-baru ini, termasuk dari PBB bulan ini, telah memperingatkan bahwa kita berada di jalur untuk “dunia yang tidak layak huni” karena perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Di tengah konflik Ukraina, dan dengan pandemi virus corona yang belum berakhir, ada seruan yang berkembang untuk melestarikan planet ini demi masa depan yang sejahtera. Namun dengan begitu banyak tantangan yang datang pada saat yang sama, jelas bahwa proses global untuk menempatkan dunia ke jalur yang lebih berkelanjutan membutuhkan suntikan urgensi politik yang serius, ditambah partisipasi yang lebih besar dari pemangku kepentingan lainnya, termasuk bisnis.
Salah satu perubahan yang diperlukan adalah generasi baru kesepakatan lingkungan yang lebih kuat, inklusif dan, pada akhirnya, lebih efektif. Pemerintah secara tradisional memimpin proses negosiasi PBB, namun mereka tidak dapat melakukan semuanya sendiri mengingat skala tantangan yang sangat besar, dan pemain lain dari sektor publik, swasta, dan ketiga sekarang harus memasuki arena untuk memastikan tingkat ambisi tercapai.
Baca Juga:Kapitalisme Merah Tiongkok, Oligarki Pancasila IndonesiaPenangkapan Tersangka Kartel Migor Bukan Gimmick Politik, Dugaan Rocky Gerung: Strategi Pemerintah ‘Kucing Mati’
Pertama, menteri lingkungan hidup sering kali dikesampingkan dalam pemerintahan oleh kementerian ekonomi dan/atau keuangan untuk menandatangani komitmen ambisius. Prioritas tradisional jangka pendek sering didahulukan, seperti yang ditunjukkan dalam penentuan prioritas kebijakan selama krisis keuangan terakhir dari tahun 2008 dan seterusnya, dan ada bahaya bahwa hal yang sama dapat terjadi dalam krisis biaya hidup internasional tahun 2022.
Kedua, pemerintah berubah. Komitmen yang dibuat oleh satu pemerintahan dapat dengan cepat terhapus setelah pemilihan.
Dan ketiga, tidak ada penegakan yang kredibel atas perjanjian yang mengikat secara hukum secara global. Sampai saat ini tidak ada negara yang menghadapi hukuman berat karena tidak melaksanakan pengurangan emisi gas rumah kaca atau laju deforestasi yang dijanjikan.
Ini menggarisbawahi bahwa cara baru untuk mengatasi masalah ini sangat dibutuhkan — cara yang membangun pemahaman bersama, menciptakan dukungan politik domestik untuk tindakan lintas perbedaan politik, mengurangi risiko komitmen yang dibatalkan setelah pemilihan dan meningkatkan prospek implementasi.