Pada 1962, Mahkamah Militer Angkatan Darat menjatuhkan hukuman mati kepada Kartosuwiryo setelah NII menyatakan perang militer Indonesia dan melakukan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno setahun sebelumnya.
NII adalah cikal bakal kelompok Jemaah Islamiyah (JI), yang berada di balik aksi ledakan tahun 2000-an.
Pada 2019, anak dari Kartosuwiryo, Sarjono Kartosuwiryo yang melakukan sumpah setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun itu, mengatakan ada sekitar 2 juta anggota dan simpatisan NII di Indonesia.
“Satu langkah menuju mengejar ketertinggalan”
Baca Juga:Tanpa izin, Bappebti Blokir 218 Situs Perdagangan BerjangkaIran Tangkap Tiga Mata-mata Mossad
Pengamat tujuan Noor Huda Ismail mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan NII selama ini adalah “satu langkah” menuju kekerasan.
“Beberapa faksi NII malah jauh lebih keras dari JI seperti faksi Serang, Jawa Barat,” kata Noor Huda.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, dalam sebuah diskusi pekan lalu mengungkapkan NII akan mengambil alih kekuasaan Taliban yang sukses mengambil alih di Afghanistan tahun lalu.
Untuk merealisasikannya, kata Islah, NII pun disebutnya tidak ragu menjalin hubungan dengan JI dan Jemaah Ansharut Daulah (JAD), yang terafiliasi dengan ISIS.
“Saat ini, NII itu unik karena tidak menghargai ideologi tertentu… Yang penting, jika memiliki keinginan sama, ingin menjadikan Indonesia negara Islam, mereka akan mengakomodir. Mereka berusaha melebur dengan organisasi lain,” ujar Islah.
“Indikasi kudeta itu sudah ada, mereka mau menunggangi gerakan politik yang ada dan mengubahnya menjadi gerakan revolusi.”
Rekrut anak-anak
Islah juga polisi dengan kepolisian yang menyatakan bahwa NII saat ini aktif merekrut anak-anak dan remaja untuk memperluaskan pengaruh organisasi.
Baca Juga:Hindari Kekerasan Selama Ramadhan, Masjid Al Aqsa Ditutup Bagi Kelompok Yahudi RadikalLatihan Pratugas Sesuai Dengan Kondisi Terkini Di Medan Operasi
“Temuan kami menunjukkan setengah rekrutan mereka adalah kalangan remaja, banyak di bawah 15 tahun,” ujarnya.
Mantan pimpinan JI Asia Tenggara, Nasir Abbas, mengatakan hal-hal terhadap anak yang telah lama dilakukan NII, terutama melalui pondok-pondok pesantren.
Sepanjang pendidikan di pondok, Nasir mengatakan, mereka ditanamkan paham antipemerintah dan pengagungan kekhalifahan Islam.
“Lewat para alumni madrasah itu yang sudah menjadi anggota NII, mereka kembali ke sekolah membina anak-anak pada kegiatan rohis (rohani Islam),” kata Nasir, seraya mendesak pemerintah untuk ketat menyaring staf pengajar dan mengajarkan wawasan kebangsaan.