Bagaimana IMF bisa melakukan ini? Karena undang-undang menyatakan bahwa jika BI ingin membeli surat utang, maka yang berlaku adalah suku bunga umum. “Artinya, baik BI maupun Kementerian Keuangan tidak bisa mempersonifikasikan otoritas negara untuk mengeluarkan uang. Kewenangan mengeluarkan uang sebenarnya ada pada BI, Kementerian Keuangan termasuk Presiden, sehingga sebenarnya masalah anggaran yang terus-menerus dibebani tidak perlu terjadi. Ini membuktikan bahwa beberapa regulasi telah menjebak pemerintah Indonesia dalam kesulitannya sendiri akibat campur tangan IMF dan Bank Dunia. Tidak banyak orang yang membicarakan hal ini,” kata Noorsy.
“Pengelolaan keuangan negara menuju ke arah yang salah, bukan lagi salah urus. Kesalahan terus berulang. Disorientasi pengelolaan keuangan ini terjadi karena sistem ekonomi yang masih bertumpu pada sistem ekonomi ultra-neoliberal yang dipadukan dengan kebijakan ultra-kapitalistik yang selalu menekankan pada utang. “Indikatornya sebenarnya kita bisa membuat vaksin sendiri tapi kita memilih untuk mengimpor. Jadi orientasi kebijakan salah, kepentingan kebijakan salah, inilah yang menimbulkan ketidakadilan. Siapa yang paling menikmati? Korporasi, khususnya industri keuangan,” pungkasnya. (*)