INVASI Rusia-Ukraina berdampak besar pada stabilitas dunia yang saat ini dalam fase pemulihan akibat pandemi COVID-19. Perang yang telah memakan waktu lebih dari sebulan ini telah menguras perhatian dan simpati dunia. Perang ini juga berdampak besar pada perekonomian dunia, hal ini tidak dapat dihindari karena kedua negara yang terlibat perang adalah negara besar dan sekutunya. Terlepas dari apa yang terjadi saat ini, polaritas dunia terbagi menjadi tiga, yaitu negara-negara yang pro-Ukraina dan mengkritik Rusia, negara-negara yang pro-Rusia dan mengkritik Ukraina yang berniat bergabung dengan NATO, sedangkan negara terakhir adalah. negara yang tidak memihak. keduanya. Negara yang memilih berpihak pada satu pihak, jelas memahami ancaman yang akan dihadapi,
Pada 24 Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan operasi militer terhadap Ukraina, yang digambarkan Menteri Luar Negeri Ukraina Dymtro Kuleba sebagai “invasi skala penuh.” Insiden tersebut telah menyebabkan kecemasan global dan dilema keamanan. Presiden Joko Widodo, berbicara atas nama Indonesia, telah menyatakan dengan tegas bahwa semua pihak yang terlibat harus menahan diri dan perang tidak boleh muncul.
Sikap Presiden Jokowi itu mencontohkan filosofi diplomasi Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999, menunjukkan bahwa Indonesia bebas menentukan sikapnya tanpa terikat dengan salah satu poros politik dunia dan terlibat aktif dalam penyelesaian sengketa global.
Baca Juga:Apakah Puasa Aman Bagi Ibu Hamil dan Menyusui?Ternyata Ini Asal Muasal Ondel-Ondel Betawi
Dalam praktik dan teori, politik luar negeri Indonesia terutama dipengaruhi oleh situasi historisnya dan tatanan internasional pada saat Indonesia merdeka dan sesudahnya. Sebelum kemerdekaan, Indonesia merupakan pesaing Jepang dan Belanda. Akibatnya, hal ini berpengaruh pada persepsi Indonesia terhadap kebijakan luar negerinya. Oleh karena itu, politik luar negeri Indonesia didasarkan pada prinsip “Bebas dan Aktif”. Ini menyiratkan bahwa Indonesia tidak lagi terikat oleh blok Barat dan Timur yang ada pada masa Perang Dingin. Namun, Indonesia juga ingin aktif di pentas dunia dengan menjadi tuan rumah Konferensi Bandung dan berpartisipasi dalam forum internasional guna memperkuat warisan Indonesia.
Rupanya politik luar negeri Indonesia yang menganut paham Free and Active mengakibatkan politik luar negeri Indonesia saat ini tergolong middle power diplomacy. Indonesia saat ini berperan aktif di kancah internasional, berpartisipasi dalam forum global seperti G20 dan kerjasama multilateral seperti ASEAN. Selanjutnya, opini publik telah mempengaruhi dan mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan demikian, untuk membangun politik luar negeri Indonesia di dunia dewasa ini, hubungan antara opini publik dan media harus benar-benar solid.