Termasuk, hak atas penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan sarana elektronik. Hak tersebut dimaksudkan agar konten seksual korban yang tersebar tak dapat diakses oleh publik kembali.
Selanjutnya, hak pelindungan yang diatur dalam Pasal 50 Ayat 1 meliputi penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan; penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan; pelindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain, serta berulangnya kekerasan; dan pelindungan kerahasiaan identitas.
Lalu, pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban; pelindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, dan/atau akses politik; dan pelindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas peristiwa tindak pidana kekerasan seksual yang ia laporkan.
Baca Juga:Begini Penjelasan TNI AD Soal Kronologi Kecelakaan Lalin Rombongan Jenderal Dudung di MeraukeJalan Ibadah Puasa dan Pakai Hijab, Ini Jawaban Celine Evangelista Soal Agama yang Dianutnya
Terakhir adalah hak pemulihan yang diatur dalam Pasal 51 Ayat 1, yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi mental dan sosial, pemberdayaan sosial, restitusi dan/atau kompensasi, dan reintegrasi sosial.Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mengatur dana pemulihan untuk korban kekerasan seksual.
“Negara hadir memenuhi hak korban atas dana pemulihan termasuk di sini layanan kesehatan saat korban mendapat pelayanan medis. Dana penanganan korban sebelum, selama proses hukum. Termasuk pembayaran kompensasi untuk sejumlah restitusi,” katanya. (*)