PEMERINTAH melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya mengenakan pungutan pajak bagi aktivitas transaksi maupun pertambangan kripto mulai 1 Mei 2022 mendatang.
Hal tersebut diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo hari ini. Menurut dia, kebijakan tersebut merupakan langkah besar dalam merealisasikan agenda reformasi perpajakan nasional.
Anak buah Sri Mulyani itu menjelaskan upaya strategis yang ditempuh merupakan perwujudan dari semangat ingin menghadirkan keseimbangan dan menghilangkan kesenjangan di masyarakat.
Baca Juga:Warga Bentangkan Kain Kafan Bertuliskan ‘Turunkan Harga Minyak Goreng’ Saat Kunker Jokowi di Pasar Bedug JambiAliansi Mahasiswa Cirebon Tolak Jokowi 3 Periode
“Babak baru perpajakan Indonesia. Demi keadilan dan kesetaraan, mulai 1 Mei 2022 Indonesia resmi memungut pajak kripto,” ujar dia melalui akun Twitter pribadi @prastow pada Kamis, 7 April.
https://twitter.com/prastow/status/1511968711321997312?s=20&t=yGgE0r_UEVjPuanovIlZ3g
Yustinus pun memastikan bahwa di masa awal penerapan aturan ini tarif yang diberlakukan tergolong cukup rendah dan bersifat tetap.
“Tidak perlu kuatir, tarifnya rendah! Perdagangan aset kripto kena PPN final 0,11 persen dan PPh 22 final 0,1 persen,” tutur dia.
Sementara bagi pada inisiator kripto besaran pajak yang dipungut sedikit lebih tinggi namun tetap dalam kategori landai.
“Untuk penambangan kripto dikenai PPN 1,1 persen dan PPh 22 final 0,1 persen,” tegas dia.
Sebagai informasi, keputusan memajaki kripto adalah kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Baca Juga:Ojol di Cirebon Nyambi Jadi Bandar Narkoba Modus Jual Beli dengan Sistem Sharelock, Sehari Bisa Jual 30 PaketElit Partai Buka Puasa di Kediaman Zulhas, Politikus PAN Bantah Bahas Reshuffle
Payung besar regulasi itu kemudian diturunkan melalui aturan teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Selain pajak kripto, Sri Mulyani juga merilis 13 PMK lain sebagai bagian dari perpanjangan Undang-Undang HPP. (*)