“Ini rata-rata sebagian besar isinya anggotanya pejabatnya itu adalah mantan kepala desa. Karena seksi ini kepala desa, selesai juga gak mau lepas. Sementara kepala desa yang real gak mau mereka dipimpin oleh mantan. Apalagi mereka mantan dan kepala desa itu benturan. Sama saja gubernur bupati kan banyak lawan politik itu juga,” sambung Tito.
Sehingga, lanjut Tito, Apdesi yang tak mau dipimpin oleh mantan kepala desa itu mendaftarkan ke KemenkumHAM pada 2016. Padahal, sebelumnya sudah ada asosiasi kepala desa yang real terdaftar di Kemendagri.
“Nah, yang sekarang ini, pak Surta ini, saya menghadiri munasnya lebih kurang enam bulan lalu kemudian juga waktu pelantikan juga disini di DPR. Saya juga yang lantik karena pembina,” jelas Tito.
Baca Juga:Ada 3 Fase Pensyariatan Puasa di Masa RasulullahSelain PPKM Level 2, Ratusan Tempat Hiburan Malam di Jakarta Barat Dilarang Beroperasi di Bulan Ramadhan
Tito mengungkapkan, dalam rumah tangga organisasi mereka berhak menunjuk siapa penasehat dan pembina. Saat itu mereka meminta Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sebagai ketua dewan pembina.
“Mungkin karena kemampuan dan lain-lain, saya sendiri sebagai pembina bersama menteri desa tertinggal,” ungkap Tito.
“Setelah mereka pelantikan, buat surat resmi kepada presiden dan saya, Mendes PDTT ada sejumlah aspirasi yang ingin mereka sampaikan isinya bukan deklarasi tapi aspirasi. Suratnya ada nanti saya kirim juga,” lanjutnya.
Tito lantas menerangkan, aspirasi apa saja yang diminta oleh Apdesi. Diantaranya, meminta agar ada anggaran operasi sebesar 5 persen dari DAU. Alasannya, memang anggarannya ada tapi operasional anggarannya sendiri.
“Tapi akhirnya banyak yang menyolek anggaran dari program sehingga ketangkap, yang ketangkap banyak sekali oleh jaksa kepolisian,” sebutnya.
Kedua, adalah soal gaji. Semula mereka digaji pertiga bulan kemudian diminta untuk menjadi perbulan sama seperti yang lain. “Nah rupanya pertiga bulan ini tergantung dari kabupatennya. Banyak daerah yang masih mengandalkan transfer pusat,” katanya.
Ketiga, meminta dana desa ditingkatkan. Tito mengatakan, para kepala desa itu berterimakasih kepada Presiden Joko Widodo karena menyetujui aspirasinya.
Baca Juga:MUI Bogor Terbitkan Maklumat Imbauan Tidak Gelar Buka Puasa Bersama5 Daerah Paling Miskin di Sulawesi Selatan, Gubernur Sulsel: Perlu Intervensi
Tito mengatakan, ada anggaran real per tahun sejak 2015 dengan total sampai 2021 lebih kurang Rp 400 triliun plus Rp 8 triliun di tahun 2022.