Justru yang terungkap adalah keterlibatan seorang diplomat Kedubes AS lain di Jakarta. Namanya Hugh Tovar. Ia terdeteksi sebagai Kepala Biro CIA di Indonesia dan membantu PRRI, bahkan Permesta di Manado (Robinson, Geoffrey B, Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966, Oktober 2018, Komunitas Bambu). Namun, dari salah satu sumber di Deplu AS yang bersimpati kepada Indonesia, Bung Karno diberi informasi mengenai keanggotaan Palmer di CIA. Palmer ternyata adalah salah satu agen andalan CIA untuk masalah-masalah Indonesia.
Walau sudah mendapat informasi itu, Bung Karno sebagai presiden tak dapat berbuat apa-apa. Pasalnya, Bung Karno tak memiliki bukti-bukti kuat untuk mengambil tindakan terhadap Palmer. Baru pada 1960-1962, kedok Palmer terungkap ketika dia tertangkap basah tengah membagikan senjata kepada anak buah DI/TII Kartosuwiryo. Ia tepergok di vilanya yang berlokasi di perkebunan teh Gunung Mas Puncak oleh pasukan Kujang 1 Siliwangi. Palmer langsung dipersonanongratakan dan diusir keluar dari Indonesia oleh Presiden Soekarno.
Berhentikah infiltrasi intelijen AS pasca-Palmer? Ternyata tidak. Saat Indonesia ingin merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda, Bung Karno yang memimpin komando dengan menyerukan Tiga Komando Rakyat (Trikora) juga diusik. CIA kembali menyewa seorang penerbang pengebom B-26 berkebangsaan AS dan mengebom kota Ambon di Maluku, sebuah wilayah yang menjadi penyangga sebelum armada RI menyerang pertahanan Belanda di wilayah Irian Barat. Pilot tersebut adalah Allen Lawrence Pope.
Baca Juga:Sentil Menteri soal Harga Pertamax dan Minyak Goreng Naik, Jokowi: Diceritain Dong ke RakyatMencekam, Pesawat Malaysia Airlines Menukik Tajam 7.000 Kaki, Jenis Pesawat Boeing 737-800
Keterlibatan intelijen asing itu membuat kemarahan Bung Karno memuncak. Bagi Bung Karno, Irian Barat bagian dari wilayah NKRI, yang seharusnya sudah berada dalam pangkuan Ibu Pertiwi, tetapi saat itu masih berada di bawah tangan otoritas Pemerintah Belanda. Karena itu, 19 Desember 1961 di Alun-alun Yogyakarta, Bung Karno mengumandangkan Trikora untuk pembebasan Irian Barat dari kolonialisme Belanda.
Bung Karno langsung memimpin rapat dengan rakyat Indonesia dan mengajak bangsa Indonesia menggagalkan pembentukan negara Papua, mengibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat, dan menyiapkan mobilisasi umum demi mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan wilayahnya.