Dalam waktu singkat, Baitul Maal telah berhasil didirikan di 35 kabupaten dari 67 kabupaten yang ada di Jawa pada saat itu. Namun, kemajuan ini menyebabkan Jepang khawatir akan munculnya gerakan anti-Jepang.
Maka, pada 24 Oktober 1943, Jepang memaksa MIAI untuk membubarkan diri. Praktis sejak saat itu tidak ditemukan lagi lembaga pengelola zakat yang eksis.
Di masa Orde Lam, praktek pengumpulan zakat kembali mendapatkan perhatian. Melalu surat edaran Kementerian Agama pada Pada 8 desember 1951 tentang pelaksanaan zakat fitrah No. A/VII/17367/ disebutkan antara lain: Kementerian agama dengan zakat fitrah ini tidak mencampuri dalam soal pemungutan dan/atau pembagiamnya”. Pemerintah dalam hal ini kementerian agama hanya:
a. enggembirakan dan menggiatkan masyarakat untuk menunaikan kewajibannya;
Baca Juga:Ini Alasan MUI Anjurkan Zakat Fitrah Awal Ramadhan Tak Usah Tunggu Malam Idul FitriBegini Alasan Greenpeace Blokir Kapal Pertamina Prime dan Kapal Tanker Seaoath
b. Melakukan pengawasan supaya pemakaian dan pembagiannya daru hasil pungtan tadi berlangsung menurut hukum-hukum agama.
Di masa Orde Baru, perhatian pemerintah terhadap pengelolaan zakat mulai membesar. Hal itu terlihat dari diterbitkannya Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama No 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Maal di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kotamadya.
Keputusan tersebut dikuatkan oleh pernyataan Presiden Soeharto dalam acara Peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw di Istana Negara 26 Oktober 1968 tentang kesediaan Presiden untuk mengurus pengumpulan zakat secara besar-besaran.
Namun sejarah mencatat, peraturan tersebut kemudian dianulir lewat Instruksi Menteri Agama No 1 Tahun 1969, yang menyatakan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama No 4 dan No 5 Tahun 1968 (ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan)
Namun, 11 orang alim ulama di ibukota yang dihadiri antara lain oleh Buya Hamka mengeluarkan rekomendasi perlunya membentuk lembaga zakat ditingkat wilayah yang kemudian direspon dengan pembentukan BAZIS DKI Jakarta melalui keputusan Gubernur Ali Sadikin No. Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat berdasarkan syariat Islam tanggal 5 Desember 1968.8)
Setahun kemudian, barulah pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969 tentang Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai Menko Kesra Dr. KH. Idham Chalid. Kepres diperkuat lagi dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No. 29 dan No. 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun 1990.