PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD) milik konglomerat Sudhamek Agoeng Waspodo mendapat persetujuan dari pemegang saham untuk menggunakan sebagian laba bersih 2021 sebagai dividen. Nilainya Rp219,2 miliar.
Keputusan tersebut tertuang dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garudafood yang berlangsung Kamis 31 Maret.
“Dari laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk tersebut sebesar 51,6 persen ditetapkan penggunaannya sebagai dividen tunai tahun buku 2021 yakni Rp6 per lembar saham,” ujar Direktur Garudafood Paulus Tedjosutikno dalam keterangannya.
Baca Juga:Kabarnya Inflasi Lagi Tinggi, Tapi Kenapa Emas Malah ‘Longsor’?Emak-emak Ngelus Dada, Jelang Ramadhan Emas Pegadaian Malah Anjlok
Paulus menuturkan, pembagian dividen ini tentunya telah mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan bisnis perseroan serta antisipasi risiko yang mungkin terjadi di masa mendatang. Selain itu, laba per lembar saham perseroan juga naik sebesar 64,8 persen menjadi Rp11,6 per lembar.
“Hal ini tidak terlepas dari dampak positif aksi pemecahan nilai nominal saham perseroan (stock split) pada RUPST Perseroan Juni 2021 dengan rasio 1:5 sehingga nilai nominal per saham menjadi Rp20,” kata Paulus.
Sepanjang 2021, Garudafood berhasil membukukan laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp424,8 miliar atau naik 63,8 persen dari tahun lalu sebesar Rp259,4 miliar. Pertumbuhan laba bersih tersebut ditopang oleh peningkatan penjualan bersih sebesar Rp8,8 triliun, meningkat 14 persen dari tahun 2020 sebesar Rp7,7 trilliun.
Dengan masih adanya pembatasan antarnegara sebagai antisipasi dari merebaknya varian baru COVID-19, maka mayoritas penjualan masih didominasi oleh segmen domestik yaitu sebesar Rp8,4 triliun atau tumbuh 14,3 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya, sedangkan penjualan ekspor mengalami pertumbuhan sebesar 7,1 persen atau senilai Rp390,7 miliar.
Paulus pun menegaskan, perseroan akan tetap berhati-hati dan selektif dalam menghadapi situasi ketidakpastian bisnis ke depan akibat pandemi dan diperparah dengan krisis di Ukraina yang memiliki multiplier effects pada operasional bisnis perseroan.
“Perseroan memprioritaskan belanja modal untuk pemeliharaan infrastruktur dan peningkatan beberapa kapasitas produksi atas produk-produk unggulannya. Dan yang terpenting menyiapkan mitigasi plan atas kenaikan harga bahan baku yang semakin melonjak tinggi,” kata Paulus menambahkan. (*)