Tradisi Nyorog Orang Betawi Sambut Bulan Suci Ramadhan

Tradisi Nyorog Orang Betawi Sambut Bulan Suci Ramadhan
Silaturahmi orang Betawi tempo dulu. (geheugen.delpher.nl)
0 Komentar

Segenap orang Betawi mampu menerima Islam sebagai agama. Meski begitu, budaya lelulur tak serta-merta dilupakan. Orang Betawi pun mulai menyesuaikan budaya leluhur dengan nafas ajaran Islam. Misalnya, dulu tradisi tahlilan yang bersifat animisme, kemudian disesuaikan menjadi upacara yang bernafaskan Islam dengan bacaan doa-doa Islam.

Menurut catatan arkeologis sudah ada penduduknya pada masa prasejarah, setelah masa animisme, sejak abad ke-7 sampai awal abad ke-16 Betawi dikuasai oleh agama Hindu dan kerajaan Hindu Tarumanegara. Lalu, sejak awal abad ke-16 dikuasai oleh agama Islam. Tampaknya agama Islam menjadi anutan orang Betawi, meskipun Belanda yang saat itu sedang menjajah, juga menyebarkan agama Kristen sejak pertengahan abad ke-16.”

“Memang banyak penduduk pribumi yang menjadi Kristen, termasuk komunitas Tugu di Tanjung Priok, komunitas Kampung Sawah di Pondok Gede, dan komunitas Belanda Depok di Depok. Namun, orang Betawi tetap beragama Islam, meskipun mungkin kualitas keislamannya tidak sama,” ungkap Abdul Chaer dalam buku Betawi Tempo Doeloe: Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi (2015).

Ritus Hidup Orang Betawi

Baca Juga:Kemendag Khawatir Invasi Rusia Bikin Pasokan Bahan Pokok Impor Terganggu: Harga Gandum, Sapi dan Gula Berpotensi NaikKemenag Pastikan 101 Titik Pemantauan di 34 Provinsi Posisi Hilal 1 Ramadhan Belum Terlihat

Luwesnya orang Betawi menerima tradisi nenek moyang hadir dalam tradisi Nyorog. Dulu kala, tradisi itu hadir sebagai bagian dari ritus hidup orang Betawi. Tradisi itu dilanggengkan sebagai bentuk refleksi yang merangkum keterlibatan manusia, lingkungan, dan kepercayaan kepada Sang Pencipta.

Budayawan Betawi Andi Yahya Saputra mengamini hal itu. Nyorog yang dalam bahasa Betawi berarti mengantar atau nganter, dianggapnya sebuah wujud sedekah bumi. Struktur masyarakat Betawi yang agraris jadi muasalnya.

Tradisi itu telah langgeng sejak orang Betawi belum mengenal Islam. Sebagai wujud syukur, mereka mengantar sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewi Sri yang merupakan simbol kemakmuran. Pemberian itu tak ubahnya sebagai wujud terima kasih kepada Dewi Sri. Antara lain karena sudah diberikan kesehatan, rejeki, dan panen yang melimpah.

Silaturahmi masyarakat Betawi tempo dulu. (Wikimedia Commons)

Pada peristiwa ritus, misalnya ritus baritan atau ritus sedekah bumi, itu menjadi sajenan sembahan kepada Dewi Sri atau Dewi kemakmuran karena masyarakat sudah diberikan kesuburan tanahnya, sama keberhasilan tanamannya yang melimpah ruah. Jadi, ada ritus sajenan, sedekah bumi,” terang Andi Yahya Saputra dikutip Okezone.

0 Komentar