PKS menyatakan sikap tak setuju dengan wacana untuk bisa menyesuaikan harga BBM non subsidi atau biasanya Pertamax. Pasalnya wacana ini sudah mendapat lampu hijau dari Komisi VI yang setuju dengan penyesuaian.
Komisi VII sendiri tidak pernah membahas soal kenaikan harga Pertamax ini. Pernah dalam FGD diangkat Pertamina soal ini, namun secara umum disikapi dingin oleh anggota yang hadir.
Mulyanto yang anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi PKS, minta pemerintah konsisten dalam mengambil kebijakan terkait harga BBM dalam negeri. Selain itu sudah seharusnya kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih belum pulih benar karena diterpa pandemi COVID-19.
Baca Juga:Andre Rosiade: Mobil-Mobil yang Harganya Lebih dari Rp500 Juta Jangan Ikut Ngantri BBM BersubsidiAce Hardware Milik Kuncoro Wibowo Raup Penjualan Rp6,54 Triliun dan Laba Rp704,38 Miliar di 2021
“Soal konsistensi ini penting agar kebijakan Pemerintah mudah dipahami dan mendapat dukungan publik. Contohnya terkait dengan harga Pertamax. Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga Pertamax,” beber Mulyanto dalam keterangannya, Rabu 30 Maret.
“Sekarang, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikan harga Pertamax. Ini kan tidak konsisten. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” terang Mulyanto.
Akibatnya masyarakat tidak dapat membedakan mana BBM jenis umum, mana yang BBM khusus penugasan dan mana BBM bersubsidi. Karena semua harga BBM diatur pemerintah.
Ke depan pemerintah harus konsisten terkait kebijakan BBM jenis umum, yang harganya bergerak sesuai mekanisme pasar. Biar pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara pertamina dan swasta lainnya, sehingga terbentuk harga yang fair.
Selain itu, Kenaikan Pertamax secara langsung juga akan menekan Pertalite, karena dapat diperkirakan pengguna Pertamax akan beralih ke Pertalite. Karena selisih harga yang cukup lebar akan mendorong terjadinya hal tersebut. (*)