“Akan ada batas atas harga aset berisiko, tergantung pada seberapa besar kenaikan suku bunga [Federal Reserve],” kata Justin Chuh, trader di Wave Financial, dikutip dari CoinDesk.
Chuh juga menyebutkan bahwa beberapa trader belum memposisikan di harga terendah. Sebaliknya, trader telah melepaskan aset lindung nilai dan menjual kontrak volatilitas karena harga kripto sudah relatif lebih stabil.
Harga kripto yang kembali cerah terjadi di tengah melonjaknya kembali harga minyak mentah dunia pada perdagangan Rabu kemarin hingga hari ini.
Baca Juga:Ingin Investasi Aset ‘Emas Digital’ Kripto? Simak Dulu Beberapa Tips iniSekolah di Dubai Bakal Terima Pembayaran dengan Uang Kripto, Bitcoin dan Ethereum
Dilansir dari CNBC, ada perdagangan pagi hari waktu Asia, harga minyak jenis Brent melonjak 1,36 persen ke level 123,25 dolar AS per barel, sedangkan harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melesat 1,08 persen ke level 116,17 dolar AS per barel.
Harga minyak telah bergejolak selama berminggu-minggu sejak agresi militer Rusia ke Ukraina karena investor menilai adanya dampak perang terhadap pasokan minyak dunia, apalagi dengan adanya sanksi ekonomi dari Barat terhadap Rusia.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky meminta negara-negara lain untuk memberi tekanan terhadap Rusia dengan mengklaim konflik telah berada di jalan buntu. Dengan situasi demikian, investor aktivis terkenal, Carl Icahn memperkirakan ada potensi resesi ekonomi di AS.
Di lain sisi, cerahnya pasar kripto juga terjadi di tengah masih menguatnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) bertenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar.
Pada penutupan perdagangan kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun melonjak mencapai level 2,41 persen, yang menjadi level tertinggi sejak Mei 2019.
Kenaikan terjadi sejak bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bp) menjadi 0,25-0,5 persen. Hal itu merupakan kenaikan suku bunga acuan untuk pertama kali.
The Fed membuka peluang kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bp dan mengindikasikan kenaikan enam kali di tahun ini. Pada Senin lalu, Ketua The Fed Jerome Powell kembali menyatakan bahwa akan mengambil tindakan agresif terhadap inflasi. (*)