Tetapi membuat patung yang akurat secara anatomis adalah disiplin ilmu lain. Setiap otot, saraf, sendi harus dipahat dengan presisi. Bahkan jika satu bagian atau bagian dari potongan tidak proporsional, itu tidak memiliki efek yang sama.
Perbedaan mendapatkan dari 95% akurat hingga 100% akurat membuat dunia berbeda di mata pemirsa.
Seniman dan ilmuwan membedah mayat untuk memahami komposisi dan cara kerja tubuh, meskipun meski ini dilarang oleh gereja Katolik.
Baca Juga:Mantan Satpam Kampus Raih Gelar Doktor di IPBPatuh Terhadap Konstitusi, Jenderal Andika Tak Ingin Anak Keturunan Anggota PKI Dilarang Daftar TNI
Baik seniman maupun ilmuwan menganggap penting untuk lebih akurat dan yakin, tentang cara kerja tubuh manusia. Untuk mengetahui otot apa yang digunakan ketika mengepalkan tangannya, saraf mana yang menonjol, bahwa jari telunjuk berada 0,5 cm lebih tinggi dari jari tengah. Semua detail kecil ini memerlukan studi dan pembedahan tanpa akhir sebelum bisa mendekati kesempurnaan.
Hal ini menciptakan “naturalisme” di Renaisans Awal. Seniman menciptakan bentuk manusia menjadi lebih seperti kehidupan nyata, dalam posisi yang jauh lebih nyaman dan sehari-hari.
Upaya dan penelitian ilmiah yang diperlukan untuk memahat dan membuat patung yang akurat secara anatomis memberi seniman pengakuan dan status yang lebih tinggi. Ini bahkan setara dengan intelektual dan filsuf, karena karya mereka juga didasarkan pada penelitian dan representasi manusia yang akurat.
Lambang kerentanan manusia
Penelitian Hurwit, yang diterbitkan dalam American Journal of Archaeology, juga menemukan contoh pria telanjang yang kalah, sekarat, dan mati. Dalam kasus ini, ketelanjangan dipilih untuk mewakili kerentanan subjek.
Sementara itu, pekerja biasa juga ditampilkan tanpa busana. Ini menggambarkan keringat dan otot mereka untuk menunjukkan betapa kerasnya mereka bekerja. Dewa dan orang-orang dari kelas sosial yang lebih tinggi terkadang digambarkan dengan pakaian untuk menunjukkan tempat mereka di masyarakat.
Penelitian Hurwit tentang nuansa seni Yunani ini juga menawarkan sekilas tentang sumber budaya peradaban kita saat ini.
“Kita dapat mencoba memahami diri dan konsepsi kita tentang apa artinya menjadi pahlawan dan melampaui harapan normal,” ungkapnya.
Baca Juga:Kebutuhan Pasokan Sapi Mengkhawatirkan, Erick Thohir Sempat Usul Beli Peternakan di Luar Negeri16 Tahun Kembalikan Kekuasaan Mataram, Cerita Pemberontakan Raden Mas Said
Menurutnya, semakin kita tahu tentang budaya lain, semakin dalam kita dapat memahami budaya dan diri sendiri. (*)