RADEN Mas Said kecil, dibesarkan dengan prahara dan tempaan yang luar biasa. Konflik ayahnya dengan Pakubuwana II, membuat ayah Raden Mas Said diasingkan, memaksa Mas Said tumbuh tanpa kasih dari ayahnya.
Raden Mas Said menyandang gelar sebagai Mangkunegara I (setelah mendirikan Kadipaten Mangkunegaran) selain juga dikenal sebagai sang pangeran Sambernyawa.
Mas Said hidup dalam keprihatinan bersama saudara-saudaranya. Setelah beranjak remaja, Pakubuwana II memanggilnya ke kraton Kartasura sebagaimana hak yang harus diterima sebagai wayah dalem (cucu raja).
Baca Juga:Intelijen Inggris Ungkap 1.000 Tentara Bayaran Wagner Group Dikerahkan ke Ukraina Timur untuk Operasi TempurPerwira Militer Pertahanan Israel Terkejut Invasi Rusia Mengerahkan Pasukan, Platform Militer Besar, Tapi Belum Menggunakan Peralatan Canggih
“Mas Said mendapat ketidakadilan oleh kraton (Kartasura),” menurut Rendra Agusta dalam menyikapi buku karya Merle Ricklefs, berjudul Soul Catcher: Java’s Fiery Prince Mangkunegara I, 1726-95, terbitan tahun 2021.
Oleh Pakubuwana II, Raden Mas Said hanya ditempatkan sebagai Gandhek Anom, yang seharusnya mendapat kepercayaan sebagai Pangeran Sentana. Dari kejadian itu, Ia mulai meninggalkan kraton untuk mencari kekuatan guna memberontak kekuasaan Pakubuwana II.
Bak gayung bersambut, Mangkubumi memilih menjadi sekutu dari Raden Mas Said demi mendapatkan haknya sebagai pewaris takhta dan cucu raja. Begitu juga dengan Mangkubumi, paman dari Raden Mas Said yang ingin mengembalikan hegemoni Mataram.
Menurut Rendra, Pemberontakan Raden Mas Said sejatinya sudah dimulai dari peristiwa Geger Pecinan di Kartasura, di mana ia bergabung dengan Raden Mas Garendi sebagai awal mula pemberontakan terang-terangan kepada pemerintah kolonial dan hegemoni Pakubuwana II.
Namun, sebelum rencana besarnya dilakukan, Raden Mas Said malah terlibat perselisihan hebat dengan Mangkubumi, yang merupakan Raja di Yogyakarta setelah terjadinya Perjanjian Giyanti.
Setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada tahun 1755 yang membelah Kraton Mataram menjadi Kasultanan Surakarta dan Yogyakarta, menjadi ancaman tersendiri bagi Raden Mas Said.
“Rasa kecewa dan iri hati Raden Mas Said kepada Mangkubumi yang langsung mendapatkan tempat sebagai penguasa Yogyakarta, membuat Raden Mas Said ingin melakukan pemberontakan ke Yogyakarta,” tulis Ririn Nur Lisdiana Puti.
Baca Juga:Serangan Rusia Hantam Gedung Pemerintahan di Mykolaiv, 12 Tewas 33 TerlukaMenkes Budi Gunadi Sadikin: Penanganan Tuberkulosis Butuh Investasi Ilmu Pengetahuan
Ririn menulis dalam skripsinya kepada UIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul Sejarah Perjuangan Raden Mas Said (Mangkunegara I) dalam Mendirikan Kadipaten Mangkunegaran Tahun 1741-1757 M, yang diselesaikan pada 2016.