Prancis, sebagai penjajah Vietnam, justru tampak berdiri bersama Belanda. Misalnya, lewat hak vetonya di Dewan Keamanan PBB, Prancis justru melindungi Belanda dari langkah-langkah sidang.
Daya tarik ideologis
Pada 1950-an, Presiden AS Dwight D. Eisenhower mengemukakan teori domino. Sebenarnya, teori ini lebih awal lagi dikemukakan oleh komisaris tinggi Indochina Laksamana Thierry d’Argenlieu dan dinas intelijen luar negeri Prancis (SDECE). Teori ini mengemukakan bila ada suatu negara yang terpapar komunisme, maka negara lainnya akan terpengaruhi pula seperti efek domino.
Indocina dan Hindia belanda adalah ‘luka terbuka’ di blok jajahan Eropa di Asia Tenggara, ungkap SDECE ketika melihat pergerakan yang bermunculan, dikutip Van den Berge.
Baca Juga:Jejak Uranium Bahan Baku Nuklir, Ternyata Sudah Digunakan Orang Romawi KunoFerry Irawan Kaget Biaya Nikah Dikira Gratis Semua, Begini Tanggapan Elma Theana
Jika luka itu tidak disembuhkan, efeknya akan berdampak pada dunia Arab yang sedang bergejolak, lalu Afrika. Hal ini dapat menyulitkan akses dunia Barat untuk mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan.
“Namun, daerah tropis adalah mangsa yang menggoda bagi negara adidaya lainnya, khususnya Uni Soviet, yang juga harus memuaskan rasa lapar mereka akan bahan mentah dan dengan demikian menunggum” tulisnya. SDCE menyerukan agar dunia Barat harus segera menghentikan komunisme, sebab nasib mereka kini berada di Prancis yang berkoloni Indocina dan Belanda di Indonesia.
Belum lagi, pergerakan Islam lewat berbagai bermunculan di Timur Tengah pasca jatuhnya Kesultanan Ottoman. Pendekatan ideologis ini, akhirnya memicu negara-negara Islam lainnya turut mendukung kemerdekaan Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, seperti yang dilakukan Mesir tahun 1947.
Singkatnya, demi kekuatan Barat mempertahankan pengaruhnya, beberapa AS dan Inggris turut terlibat dalam mendamaikan Belanda dan Indonesia. Berbagai perjanjian seperti yang dilakukan pada 1947 di kapal Renville milik AS yang mengancam Belanda atas Marshall Plan.
Meski demikian, kontak senjata yang menewaskan banyak tentara dan warga sipil terjadi di tahun-tahun setelahnya. Hingga akhirnya, gencatan senjata mulai terwujud atas kesepakatan yang di bawah naungan PBB, dan berbuah pada pemindahan kedaulatan. (*)