SISTEM perbudakan telah dihapuskan beberapa abad yang lalu. Praktik tersebut dinilai tidak berperikemanusiaan karena banyaknya perlakuan yang keji. Faktanya, sejarah mencatat hampir di seluruh bagian dunia pernah melakukan praktik ini. Tak terkecuali peradaban Romawi kuno.
Mengingat orang-orang Romawi kuno hidup di zaman dulu, tidak banyak catatan peristiwa tentang perbudakan pada saat itu. Alhasil, sangat susah menggambarkan kehidupan para budak di masa tersebut.
Untungnya, sejumlah artefak yang memiliki gambar dan tulisan tertentu yang mampu menceritakan masa-masa kelam tersebut. Berikut ini adalah beberapa gambaran seperti apa kehidupan para budak di zaman Romawi kuno.
Baca Juga:5 Makam Firaun Kuno Berusia 4.000 Tahun Ditemukan Masih dalam Keadaan UtuhMicrosoft Bing Mesin Pencari Milik China Hadapi Penangguhan Fungsi Saran Otomatisnya
Budak bisa jadi gladiator, pekerja tambang, pelacur, manajer, atau bahkan pembuat tembikar. Hampir setiap pekerjaan Romawi dapat dilakukan oleh budak. Apakah mereka juga memiliki hak dan dibayar?
Kehidupan seorang budak Romawi bukanlah kehidupan yang ideal, tetapi terkadang bisa lebih nyaman dari yang diharapkan. Meski demikian, tidak pernah ada jaminan bahwa seorang budak dapat memiliki kehidupan yang baik.
Kehidupan budak
Biasanya, budak akan tidur di atas tumpukan jerami dengan selimut di atasnya, baik di dapur, lorong, atau loteng. Tentu saja, budak perempuan yang cantik menawan harus tunduk pada hasrat seksual tuannya. Kadang-kadang, para nyonya akan membuat hidup budak perempuan menjadi sangat sulit. Hanya karena mereka curiga budak ‘tidur’ dengan suaminya.
Juvenal, penyair satir, bercerita tentang seorang budak perempuan bernama Pescas yang sering dipukuli majikannya. Ini disebabkan karena majikannya mengira ia melayani kebutuhan seksual suaminya.
Budak tidak bisa melakukan apa-apa selain menggumamkan beberapa kata, mencuri makanan, menyebarkan desas-desus palsu, dan hal-hal kecil serupa.
Apakah budak memiliki hak dalam hukum?
Hak-hak hukum tidak berarti apa-apa dalam kehidupan seorang budak Romawi. Mereka bahkan tidak memiliki hak hukum untuk menikah. Meski dapat membangun keluarga, tuannya bisa memisahkan pasangan itu atau menjualnya jika mereka mau. Anak-anak yang lahir dari pernikahan budak adalah milik tuannya. Mereka dapat dipisahkan dari orang tua dan dijual oleh sang Majikan.
Pada abad ke-5 M, Kode Hukum Theodosius menetapkan jika budak dipisahkan dari keluarga, mereka harus dipersatukan kembali dan ditempatkan dengan satu pemilik.