KECELAKAAN pesawat terbang kembali terjadi. Kali ini, pesawat komersial Boeing 737 milik China Eastern Airlines Corp yang membawa 132 orang, 123 penumpang dan sembilan awak, jatuh di wilayah China bagian selatan, Senin (21/3/2022) sore waktu setempat.
China Eastern Airlines mengkonfirmasi kecelakaan itu dan jumlah orang di dalamnya melalui pernyataan di Weibo, Twitter versi China. Maskapai itu mengatakan sedang mengirim pekerja ke lokasi kecelakaan dan telah membuka hotline untuk anggota keluarga.
Dilansir The New York Times, Presiden China Xi Jinping, secara cepat mengeluarkan pernyataan yang menyerukan tim SAR setempat untuk melakukan yang terbaik dan “menangani dengan cara yang tepat”. Pemerintah pusat China mengirim pejabat ke tempat kejadian untuk menangani bencana dan penyelidikan terkait penyebab kecelakaan.
Baca Juga:Tiba-tiba Komandan Armada Amerika Serikat di Kawasan Indo-Pasifik Menghadap Prabowo Subianto, Ada Apa?Haris Azhar Sebut Penetapan Tersangka Berunsur Politis, Bentuk Pembungkaman Dalam Mengkritik
Menanggapi instruksi tersebut, para pejabat di China telah mengirim hampir 1.000 petugas pemadam kebakaran dan 100 anggota milisi lokal dalam misi penyelamatan ke lokasi tersebut. Menurut pemadam kebakaran Guangxi, 117 pekerja darurat dengan sekitar 20-an truk pemadam kebakaran telah tiba di tempat kejadian.
Pesawat, yang dikabarkan telah berusia sekitar tujuh tahun, diketahui terbang dengan mantap sebelum secara tiba-tiba kehilangan ketinggian sekitar pukul 14:20, berdasarkan data penerbangan. Menurut Flightradar24, pesawat Boeing 737-800, jatuh sekitar satu jam setelah terbang.
Data dari pelacak penerbangan menunjukkan bahwa pesawat itu terbang sekitar 30.000 kaki ketika tiba-tiba kehilangan ketinggian. Meski demikian, media pemerintah termasuk Xinhua News Agency masih belum memberikan laporan baru terkait jumlah korban.
Berikut beberapa fakta terkait pesawat Boeing model 737-800 yang mengalami kecelakaan tersebut:.
Boeing yang didirikan tahun 1916, pertama kali memproduksi pesawat amfibi yang dikenal dengan B&W Seaplane. Meski semula ditolak oleh angkatan laut AS, pesawat itu mulai diproduksi secara reguler karena AS memutuskan ikut dalam perang dunia kedua.
Selama perang dunia kedua, Boeing memproduksi pesawat pembom B-17 dan B-19. Alhasil perusahaan yang didirikan di Seattle dan kini berkantor pusat di Chicago tersebut kala itu menjadi perusahaan terbesar ke-12 dari sisi kontrak pada masa perang dunia kedua, menurut penelitian ekonom AS Frederic M. Scherer yang terbit di Harvard Business Review.