DIREKTUR Lokataru Haris Azhar memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Dia bakal diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
Pantauan awak media, Haris Azhar tiba di gedung Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sekitar pukul 10.48 WIB
Haris yang mengenakan kemeja biru itu didampingi beberapa kuasa hukumnya.
Namun, dalam rombongan itu tak nampak Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Padahal, dia pun turut dijadwalkan pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini.
Baca Juga:China Eastern Airlines Berpenumpang 132 Berusia 6 Tahun Jatuh di Pegunungan Guangxi SelatanPesawat China Eastern Airlines Menukik dari Ketinggian 8.800 Meter dalam 3 Menit, Ini Kronologinya
Sebelum menjalani pemeriksaan, Haris sempat memberikan pernyataan. Dia menilai penetapan tersangka ini berunsur politis.
“Ini (berunsur politis, red),” ujar Haris Azhar kepada wartawan, Senin, 21 Maret
Haris juga menganggap hal ini merupakan bentuk pembungkaman dalam mengkritik. Bahkan, menunjukan ada diskriminatif hukum.
“Ini upaya untuk membungkam baik membungkam saya, membungkam masyarakat sipil dan sekaligus ini menunjukkan bahwa ada diskriminasi penegakan hukum,” kata Haris.
Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam kasus ini, Luhut melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti lantaran beredarnya video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” di akun YouTube Haris Azhar.
Penetapan tersangka ini dikutuk keras Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA). KNPA menganggap kepolisian telah melakukan kriminaisasi kepada aktivis. Sebab, menurutnya, tidak seharusnya hukum diberikan kepada pengkritik.
Baca Juga:3 Fakta Kanti Utami, Ibu Muda yang Coba Membunuh 3 Anaknya Mengaku Ingin Disayang SuamiKasus Kanti Utami Gorok Anak, Psikolog Ungkap Trauma Masa Kecil yang Tertekan Bisa Terbawa hingga Akhir Hayat
Sanksi denda maupun pidana dalam bagi pengkritik yang dituduh dengan pencemaran nama baik, seharusnya diganti dengan hak untuk mengkoreksi atau hak menjawab. (*)