PIMPINAN DPR RI menyayangkan langkah Menteri Perdagangan yang mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 terkait harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit. Pencabutan kebijakan tersebut dinilai tidak tepat lantaran semakin menyusahkan masyarakat.Diketahui, sebelumnya pemerintah mengatur HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp 14.000 per liter.
Namun, dalam aturan pengganti yang tertuang dalam Permendag Nomer 11 tahun 2022, HET minyak goreng curah menjadi Rp 14.000 per liter dan harga kemasan premium diserahkan kepada mekanisme pasar.Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai kebijakan baru ini menunjukkan ketidakberpihakan kepada rakyat. Justru, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkesan pro pengusaha.
“Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 itu menunjukkan bahwa keberpihakan menteri perdagangan bukan kepada rakyat, tapi kepada pengusaha,” ujar Dasco dalam keterangan tertulis, Jumat, 18 Maret.
Baca Juga:Marc Marquez Dibonceng, Motornya DiangkutNonton MotoGP, Ganjar Pranowo Disambut Emak-emak Saat Tiba di Bandara Lombok
Lebih lanjut, Dasco mengungkapkan, sejak awal DPR RI telah mengingatkan Kementerian Perdagangan agar jangan sampai Permendag Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur harga minyak goreng hanya menjadi kebijakan macan kertas. Sebab, kata dia, kebijakan itu tak menyelesaikan persoalan.
“Faktanya, kebijakan ini hanya jadi macan kertas. Kebijakan ini tidak bisa menyelesaikan persoalan minyak goreng,” tegasnya.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu lantas menyinggung klaim Menteri Perdagangan terkait surplus pasokan minyak goreng di hampir seluruh wilayah di Sumatera.Misalnya, kata Dasco, di Sumatera Utara pada periode 14 Februari hingga 16 Maret 2022, pasokan minyak goreng mencapai 60 juta liter. Tapi kenyataannya, barang itu tidak ada di pasar maupun supermarket.
Seharusnya, menurut Dasco, berbekal Permendag Nomor 6 Tahun 2022 pemerintah bisa mengambil langkah tegas. Pemerintah, juga bisa memerintahkan produsen CPO untuk melakukan DMO dan DPO ke perusahaan minyak goreng.
Kalau CPO-nya tidak jalan, pemerintah harus berani cabut HGU perusahaan kelapa sawit itu. Perusahaan minyak goreng juga bisa dicabut izinnya kalau tidak memproduksi minyak goreng yang sesuai kebutuhan rakyat,” kata DascoLegislator Dapil Banten itu prihatin, persoalan minyak goreng ini telah menimbulkan korban jiwa. Di mana ada seorang ibu-ibu meninggal dunia lantaran antre minyak goreng.