ESKALASI antara Rusia dan Ukraina masih terus memanas. Rusia masih meluncurkan serangan-serangan ke beberapa kota di Negeri Jirannya itu untuk mencoba memasuki ibu kota Kyiv.
Hingga kini, perang masih berlangsung. Meski pembicaraan damai tengah dilakukan kedua negara, belum ada tanda-tanda terbaru bahwa gencatan senjata secara total terjadi. Lalu apa yang sebenarnya menjadi motor keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyerbu tetangganya itu?
Isu serangan Rusia ke Ukraina, sudah bergulir sejak November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia di perbatasan dengan Ukraina.
Baca Juga:Berpakaian Serba Hitam, Istri Doni Salmanan Penuhi Panggilan Penyidik BareskrimSalah Satu Korban KKB Papua Ternyata Warganya Anies Baswedan
Moskow diyakini Barat memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya. Intelijen Barat menyebut Rusia akan menyerang Ukraina.
Rusia menyangkal hal tersebut. Namun santer beredar, Negeri Putin akan menyerang 16 Februari. Apalagi latihan militer besar-besaran juga dilakukan, termasuk di laut dan negara tetangganya Belarusia.
Meski ramalan pertama tak terjadi, intelijen Estonia -negara NATO di Eropa Timur- tetap memberi peringatan. Serangan mungkin akan dilakukan secara terbatas, menggunakan kelompok milisi di Donbass, Ukraina Timur, yang memberontak ke pemerintah dan selama ini disokong Rusia.
Puncaknya adalah 21 Februari 2022. Putin memberi pengumuman mengakui kemerdekaan milisi Donbas, Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR).
Pada saat itu, dekrit pengiriman pasukan dengan dalih “menjaga keamanan” juga ditandatanganinya. Sehari setelahnya parlemen Rusia menyetujui mobilisasi tentara yang diusulkan Putin.
Persis 24 Februari, Putin tiba-tiba mengumumkan “operasi militer”. Serangan dilakukan di sejumlah kota. Barat menyebutnya invasi. AS dan sekutu menyebut Rusia melanggar kedaulatan negara lainnya
Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.
Baca Juga:Densus 88 Tangkap Satu Terduga Teroris Jemaah Islamiyah di Samawa Village TangerangMeta Platform Inc. Izinkan Pengguna Facebook dan Instagram Unggah Hate Speech ke Tentara Rusia
Presiden Rusia Boris Yeltsin pada tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).
Namun perpecahan terjadi. Ukraina menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet.
Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.