Ungkapan bijak crises begets reforms menjadi relevan untuk menyikapi krisis geopolitik di Eropa ini. Di masa lalu Indonesia menggunakannya untuk melakukan transformasi struktural. Kenaikan harga minyak di tahun 1970-an sebagai akibat konflik di Timur Tengah telah menghasilkan restrukturisasi perekonomian ke arah sektor-sektor nonmigas seperti manufaktur padat karya dan jasa.
Pandemi dan krisis geopolitik di Eropa saat ini telah membawa dunia lebih ke arah deglobalisasi. Namun, belum diketahui apakah ini fenomena permanen atau sementara. Meminjam istilah Game Theory, dalam situasi transisi yang belum jelas end game-nya, kebijakan yang optimal adalah strategi bauran (mixed strategy).
Pandemi dan krisis geopolitik di Eropa saat ini telah membawa dunia lebih ke arah deglobalisasi. Namun, belum diketahui apakah ini fenomena permanen atau sementara.
Baca Juga:Lonjakan Bersejarah Harga Minyak Beri Dampak Negatif Ke Pasar Asia, Amankah Indonesia?Jokowi Ungkap Lokasi Istana Negara di IKN, Diatas Bukit Dikelilingi Pohon Berbatang Kecil
Indonesia tidak dapat memalingkan diri dari ekonomi global karena pandemi memberi kesempatan untuk masuk lebih dalam ke rantai pasokan internasional (ekspor). Namun, pada saat yang sama, Indonesia harus menjaga pertumbuhan dan mengendalikan inflasi dengan memperkuat sisi produksi dalam negeri melalui prioritas pertanian dan industri turunannya, serta energi melalui penggunaan sumber-sumber energi terbarukan seperti tenaga air dan angin, geotermal, arus laut, tenaga surya, biogas dan lain-lain.
Seperti yang terlihat dari pola pemulihan dari triwulan I sampai triwulan IV-2021, dengan disiplin protokol kesehatan, dari sisi permintaan Indonesia dapat memanfaatkan kelas menengah yang pola belanjanya semakin terkuak akibat pandemi, yaitu ke arah sektor-sektor yang berbasis mobilitas seperti perdagangan, pariwisata, akomodasi, dan relaksasi keluarga. Semua ini mempunyai daya ungkit dan kaitan dengan sektor UMKM. (*)