Konflik di atas menambah tekanan inflasi global yang sudah ada karena Rusia adalah termasuk produsen energi fosil terbesar dunia, dengan pangsa dunia kira-kira 10 persen untuk minyak mentah dan 17 persen untuk gas alam.
Risiko geopolitik tampaknya telah terbaca oleh bursa berjangka komoditas internasional. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) adalah salah satu contohnya. Pergerakan harga dari 68 ke 80 dollar AS per barel didasarkan persepsi tentang pemulihan ekonomi dunia. Sementara dari 80 dollar AS ke 90 dollar AS adalah karena premium risiko geopolitik dengan peningkatan ketegangan pra-invasi ke Ukraina. Sisanya dari 90 dollar AS ke 110 dollar AS karena pecahnya konflik bersenjata.
Dampaknya ke Indonesia terlihat dari perbedaan harga BBM dan LPG non-subsidi yang mendorong substitusi ke produk-produk yang disubsidi. Dampak terbesar berikutnya adalah pada harga pangan dunia. Ukraina sendiri adalah penghasil gandum yang dijuluki sebagai gudang roti dunia dengan pangsa 25 persen. Bersama Rusia menghasilkan 30 persen dari pasokan dunia.
Baca Juga:Lonjakan Bersejarah Harga Minyak Beri Dampak Negatif Ke Pasar Asia, Amankah Indonesia?Jokowi Ungkap Lokasi Istana Negara di IKN, Diatas Bukit Dikelilingi Pohon Berbatang Kecil
Akibat konflik dan sanksi ekonomi, terjadi kenaikan harga gandum tertinggi sejak 2008. Dalam waktu seminggu setelah invasi harga sudah melonjak 40 persen. Yang paling menderita adalah negara-negara yang mengandalkan gandum sebagai bahan pangan utama, terutama negara-negara di Afrika Utara.
Situasi yang penuh ketidakpastian ini menyebabkan timbulnya perilaku menimbun. Beberapa negara dengan makanan pokok hasil olahan dari gandum sibuk membeli gandum, baik pada pasar spot maupun future untuk memperkuat cadangan strategisnya. Kenaikan harga ini juga menjalar ke produk-produk pangan yang lain, baik melalui efek subsitusi/komplemen maupun karena spekulasi di bursa berjangka komoditas dunia.
Gandum juga digunakan untuk pakan ternak. Kenaikan harganya mendorong substitusi ke kedelai sehingga harga kedelai ikut naik. Kenaikan harga daging dan kedelai bahan tahu-tempe baru-baru ini merupakan dampak dari situasi geopolitik di Eropa. Selain itu, gandum dan kedelai juga merupakan feedstock untuk bioenergi sehingga ikut menambah kompleksitas transisi ke arah energi terbarukan.
Dengan tekanan inflasi global seperti di atas, publikasi BPS menunjukkan bahwa inflasi Indonesia masih merayap dengan deflasi 0,02 persen di bulan Februari. Namun, dengan pemulihan ekonomi, mendekatnya bulan puasa dan hari raya Lebaran dan juga inflasi global akibat konflik di Eropa inflasi diperkirakan akan semakin mendekati inflasi jangka panjang Indonesia yang berkisar di angka 3 persen.