HARI ini 80 tahun yang lalu, 15 Maret 1942, Jepang berhasil mengambil alih perusahaan trem listrik milik Belanda, Batavia Electrische Tram Maatschappij (BETM) di Batavia. Penguasaan “transportasi sejuta umat” itu sebagai tindak lanjut kemenangan Jepang atas Hindia-Belanda. Karenanya, hal-hal yang berbau Belanda mulai dihilangkan Jepang. Termasuk aturan rasis Belanda berupa pembagian kelas di dalam trem. Bagi Jepang, tiada hal yang dapat membedakan antara bumiputra dan suku bangsa lainnya.
Trem pernah jadi transportasi massal favorit di Batavia. Kehadirannya menandakan sebuah kemajuan zaman. Sistem transportasi trem pertama kali yang diadopsi adalah trem bertenaga kuda pada 1869, diikuti trem bertenaga uap pada 1882. Kemudian, Belanda mulai mengadopsi trem listrik pada 1899.
Pembuatannya pun tak tanggung-tanggung. Kebanyakkan material pembuatannya didatangkan langsung dari luar negeri. Lintasannya (lijn) dibuat lengkap. Alias, hampir seluruh wilayah Batavia dilalui oleh trem. Keunggulan lainnya adalah jadwal dari beroperasinya trem itu sendiri. Orang-orang dibuat tak perlu menunggu lama. Sebab, tiap 10 menit sekali trem datang.
Baca Juga:Polemik dokter Sunardi Ditembak Mati Densus 88, Politikus PSI Angkat Bicara: Pilih Rakyat, Polisi, atau Teroris yang Mati?Multitalenta Sejak Dulu, Mantan Trainee BTS Ungkap Iri Lihat Kecerdasan Jungkook Maknae
Trem di Batavia yang dikelola perusahaan Belanda, Batavia Electrische Tram Maatschappij (BETM). (Foto: Wikimedia Commons)
Ajian itu buat trem makin kesohor. Puja-puji pun mengiringi kehadirannya. Dari pejabat hingga penguasa Belanda. Mereka menyebut transportasi umum berbasis rel ini sebagai bentuk kemenangan manusia atas jarak dan waktu.
“Yang paling bermanfaat dari temuan-temuan sekarang ini, kemenangan paling mengagumkan oleh manusia atas waktu dan jarak, insentif paling kuat untuk bekerja keras, pertukaran nilai-nilai, dan peradaban,” ungkap Indsich Genootschap dikutip Rudolf Mrazek dalam Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni (2006).
Boleh jadi teknologi transportasi massal telah jauh berkembang. Tapi tidak dengan nurani orang Belanda. Sama seperti trem uap, trem listrik ikut melanggengkan aturan rasis yang membedakan kelas antara kaum bumiputra dan orang Belanda.
Orang Belanda selalu menempatkan rasnya sebagai warga kelas satu. Sedang mereka di luar orang Eropa (timur asing: China, Arab, dan lainnya), dianggap warga negera kelas dua. Dan yang terburuk kaum bumiputra kerap ditempatkan pada strata paling rendah. Bahkan disamakan dengan hewan ternak.