Selain batu bara, harga CPO juga cenderung naik lantaran Ukraina yang merupakan salah satu produsen sunflower. Dia menyampaikan permintaan terhadap CPO juga meningkat bahkan saat ini sudah menembus US$1.800 per ton.
Di satu sisi, kenaikan harga minyak mentah ini akan memberikan defisit pada neraca migas Indonesia karena Indonesia adalah net oil importer. Alhasil, neraca migas Indonesia cenderung akan melebar defisitnya.
Namun di sisi lainnya, untuk neraca nonmigas, ini berpotensi tercatat surplus karena Indonesia ditopang oleh kenaikan harga CPO dan batu bara. Ini tentunya akan mendorong kinerja ekspor migas Indonesia.
Baca Juga:Jokowi Ungkap Lokasi Istana di IKN: 800 Meter di Atas Permukaan LautRusia Dikabarkan Minta Bantuan ke China Saat Invasi ke Ukraina
Ketiga adalah dampaknya terhadap jalur perdagangan. Meskipun Rusia dan Ukraina bukan merupakan mitra dagang utama Indonesia, Ukraina merupakan eksportir gandum ke Indonesia, yakni 23 persen dari total ekspor gandum Indonesia.
Sementara itu, Indonesia mengandalkan impor pupuk, baja, dan besi dari Rusia. Dia menjelaskan proporsi impor pupuk sendiri sekitar 15 persen dari total impor pupuk Indonesia. Artinya, jika pada akhirnya terjadi gangguan pada pasokan global akibat konflik kedua negara, maka bisa mengganggu suplai dari beberapa komoditas tadi, serta dapat berpengaruh terhadap industri pertanian serta makanan dan minuman.
Tak hanya itu, Josua mengatakan hal ini juga bisa berdampak kepada kenaikan inflasi. Pasalnya, bila ada gangguan dari sisi pasokan atau sisi produksi, tentunya ini bisa berdampak pada kenaikan harga komoditas tersebut.
Kemudian, berdasarkan perhitungan Josua, akan ada tambahan subsidi energi dan kompensasi BBM yang perlu dipersiapkan oleh pemerintah akibat meningkatnya harga minyak.
“Sehingga memang ini ada positif dan negatifnya. Harapan kami adalah bahwa kurang lebih sedikit lebih banyak positifnya tapi tentunya kita tetap perlu mencermati dampak negatifnya ya, khususnya apabila harga minyak ini terus berlanjut akibat konflik yang berkepanjangan. Karena beberapa analis global memperkirakan jika konflik ini terus berlanjut ini bisa mencapai 150 dollar per barel untuk harga brent sendiri,” ungkapannya.
Dia juga berharap resolusi diplomasi ini bisa terjadi dalam jangka pendek sehingga dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.