“Spekulasi tersebut seharusnya diklarifikasi oleh LBP agar kecurigaan masyarakat terhadap istana sebagai dalam penundaan pemilu dapat diminimalkan. Tanpa adanya klarifikasi, masyarakat akan terus mencurigai pernyataan istana, termasuk LBP, terkait penundaan pemilu,” terang Jamiluddin.
Dengan makin banyaknya pejabat eksekutif yang menyuarakan penundaan pemilu, kata Jamiluddin, maka dengan sendirinya akan membuat perpolitikan di tanah air semakin gaduh. Hal ini, akan berdampak terhadap melambannya pertumbuhan ekonomi di tanah air.
“Kegaduhan politik akan semakin meluas bila pemerintah bersama parpol koalisi berhasil menunda pemilu. Rakyat yang pro demokrasi akan dengan tegas menolaknya,” katanya.
Baca Juga:Ini Rute dan Jadwal Operasional Bus Gratis untuk Penonton MotoGP MandalikaDi Hadapan Para Gubernur Se-Indonesia di IKN, Jokowi: Bukan Bukan Berarti Jakarta Ditinggalkan
Jamiluddin menambahkan, benturan kepentingan dua kutub tersebut akan membuat perpolitikan di tanah air semakin tidak menentu. Situasi ini dikhawatirkan akan melahirkan kekisruhan politik yang membahayakan keutuhan NKRI.“Anak negeri yang cinta NKRI tentu tidak ingin hal itu terjadi. Karena itu, elite negeri jangan bermain api terkait penundaan pemilu,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam perbincangannya dengan Deddy Corbuzier, Luhut menjelaskan pihaknya memiliki big data yang isinya merekam aspirasi publik di media sosial soal Pemilu 2024.
“Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah,” kata Luhut.
Dari data tersebut, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.“Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu,” jelasnya.
Masih dari big data yang diklaim Luhut, dia mengatakan rakyat Indonesia mengkritisi dana Rp 100 triliun lebih untuk Pemilu 2024. Dana ratusan triliun ini memang diajukan KPU kepada DPR-pemerintah.“Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak,” ucapnya.