MENKO Marves Luhut Binsar Pandjaitan berbicara tentang wacana penundaan pemilu hingga jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang. Luhut mengklaim punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.Hal itu disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat, Jumat, 11 Maret.
Atas ucapannya, Luhut Diminta untuk berhati-hati dalam mengklaim keinginan rakyat. Termasuk partai utama pengusung pemerintah, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira, pun mengingatkan semua pihak untuk tidak menjerumuskan Joko Widodo atas klaim yang memungkinkan jabatan presiden diperpanjang atau menunda pemilu.
Baca Juga:Ini Rute dan Jadwal Operasional Bus Gratis untuk Penonton MotoGP MandalikaDi Hadapan Para Gubernur Se-Indonesia di IKN, Jokowi: Bukan Bukan Berarti Jakarta Ditinggalkan
“Hati-hatilah mengatasnamakan rakyat hanya untuk mempertahankan kekuasaan. Nanti rakyat marah,” ujar Andreas lewat pesan singkat, Minggu, 12 Maret.
Andreas lantas menyinggung sejarah pada era Orde Baru. Anggota DPR RI Dapil NTT itu menjelaskan, Ketua MPR Harmoko pada 1997 melapor kepada Presiden kedua RI Soeharto.
Laporan tersebut berisi bahwa rakyat masih menghendaki Soeharto untuk dipilih oleh MPR menjadi Presiden RI untuk periode ketujuh. Namun, berselang setahun semua berubah. Harmoko pada 1998 yang mengetok palu memberhentikan Soeharto sebagai Presiden RI setelah jenderal besar itu mengundurkan diri pada 22 Mei 1998.“Mari kita belajar dari sejarah. Jangan melanggar konstitusi hanya untuk mempertahankan kekuasaan,” kata Andreas mengingatkan.
Sementara, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP) harus membuktikan klaimnya terkait data aspirasi rakyat dan sebagian kader partai menginginkan Pemilu 2024 ditunda.
Sebab menurutnya, klaim LBP tersebut bertentangan dengan hasil survei dimana sebagian besar responden tidak menginginkan Pemilu 2024 ditunda.
Jamiluddin mengatakan, sebagai pejabat eksekutif, LBP tak seharusnya ikut-ikutan menyuarakan penundaan Pemilu 2024. LBP seharusnya hanya menjalankan tugas dan fungsinya.
“Sungguh aneh bila LBP terkesan menjadi juru bicara partai politik. Celakanya, justru partai politik menolak klaim LBP,” ujar Jamiluddin di Jakarta, Minggu, 13 Maret.
Baca Juga:Pantau Kondisi Kasat Intel Polres Jakpus yang Jadi Korban Aniaya saat Demo Mahasiswa Papua, Kombes Hengki Haryadi: Alami Luka Cukup SeriusUnicef Prediksi 100 Juta Anak Jalani Pernikahan Dini, Wakil Ketua MPR: Perlu Perhatian Serius
Karena itu, lanjutnya, menjadi logis bila banyak pihak mempertanyakan motivasi LBP menyampaikan klaim tersebut. Pertanyaan tersebut semakin menguat mengingat adanya spekulasi keterlibatan istana dalam penundaan Pemilu 2024.