PERUSAHAAN modal ventura asal Jepang, SoftBank resmi mundur dari proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Padahal, awalnya SoftBank berencana menanam investasi hingga 100 miliar dolar AS di proyek tersebut.
Lalu, apa yang membuat Softbank mundur?
Center of Economic and Law Studies atau Celios menilai bahwa berbagai dinamika politik, seperti wacana perpanjangan masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) 3 periode serta kondisi ekonomi seperti kenaikan inflasi memengaruhi batalnya investasi SoftBank Group di proyek ibu kota negara (IKN) Nusantara.
Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa SoftBank memiliki masalah keuangan internal, bahkan sebelum pandemi Covid-19. Kerugian Softbank dari WeWork pada 2020 dan Alibaba pada 2021 belum bisa tergantikan hingga saat ini. Menurut Bhima, mundurnya perusahaan raksasa dari Jepang itu memberi sinyal kepada investor di baliknya bahwa SoftBank akan lebih fokus kepada pendanaan perusahaan rintisan (startup) digital.
Baca Juga:Insiden Kebocoran Gas PLTP Dieng: Geo Dipa Bertanggung Jawab, Kementerian ESDM Turun Tangan Lakukan InvestigasiSerangan Israel Tewaskan Dua Anggota Korps Garda Revolusi Iran, Teheran: Kami Berhak Merespons
“SoftBank tidak akan melirik proyek pemerintahan untuk investasi,” ujar Bhima pada Minggu (13/3/2022).
Selain itu, Bhima menilai bahwa ketidakpastian menjadi faktor besar yang menyebabkan batalnya investasi SoftBank di IKN. Dia menyebut secara langsung bahwa risiko politik dari wacana perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi menjadi tiga periode atau penundaan pemilihan umum membuat iklim investasi Indonesia menjadi buruk.
“Kegaduhan belakangan soal perpanjangan masa jabatan presiden membuat investor memilih wait and see. Investasi di IKN bukan jangka pendek, tapi butuh kepastian jangka panjang. Dikhawatirkan risiko politik terkait pemilu akan membuat proyek IKN terkendala, bahkan bisa berhenti total,” imbuhnya.
Kondisi ekonomi, menurutnya, turut memengaruhi keputusan SoftBank dalam membatalkan investasi. Naiknya suku bunga di berbagai negara turut meningkatkan biaya dana (cost of fund), khususnya bagi investor yang memiliki rasio utang tinggi.
Investor membaca risiko inflasi yang tinggi di negara-negara maju akan membuat biaya pembangunan IKN naik signifikan. Biaya besi baja dan barang material konstruksi lainnya akan mengalami kenaikan, imbas dari terganggunya rantai pasok global.
“Hal ini pernah terjadi saat pembangunan ibu kota negara di Putrajaya, Malaysia saat krisis moneter 1998, membuat biaya pembangunan naik signifikan,” ujarnya.