Dengan demikian nisan yang terdapat pada kubur 23 komplek makam Pangeran Selawe merupakan nisan subtipe 3. Hal menarik lainnya yang terdapat pada nisan tersebut adalah adanya motif hiasan matahari. Mengenai motif hias ini pernah dibahas Suwedi Montana (1985).
Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa motif hias tersebut sering dijumpai pada beberapa kepurbakalaan yang berhubungan dengan tokoh penyebar Islam abad XV – XVIII.
Nisan tertua yang menggunakan motif hias matahari dijumpai di kelompok makam tujuh, Troloyo, Trowulan. Angka tahun tertua yang terdapat pada nisan kelompok makam tujuh adalah 1298 Saka dan yang termuda tahun 1397 Saka. Selanjutnya para arkeolog menamakan motif hias tersebut Matahari Majapahit atau Surya Majapahit.
Baca Juga:Ada Kabar Varian Covid-19 Deltacron di Eropa, Ini Kata Juru Bicara Vaksinasi KemenkesMardani Ali Sera Tanggapi Hengkangnya SoftBank dari Proyek Ibu Kota Baru: Semoga Tak Jadi Snowball Effect
Makna motif hias tersebut adalah semacam pengakuan atas regalia Majapahit, mengingat tokoh-tokoh sentral yang berhubungan dengan motif hias tersebut berada dalam satu kurun waktu masa akhir Majapahit. Selain itu juga merupakan lambang supranatural, kesaktian atau merupakan magico religious dari tokoh sentral atau pun para kerabatnya.
Persoalan mengenai Pangeran Guru sebagai tokoh sentral Pangeran Selawe dalam kaitannya dengan Palembang dan Majapahit ternyata memerlukan pencermatan. Menurut kepercayaan lokal, Pangeran Guru adalah Arya Dilah, atau Arya Damar yang merupakan kerabat anak raja Majapahit. Persoalannya sekarang raja Majapahit siapa yang dimaksud. Menurut Babad Dermayu adalah Wikramawardhana.
Berdasarkan beberapa sumber sejarah Wikramawardhana merupakan pengganti Hayam Wuruk yang memerintah pada tahun 1389 hingga 1400. Sedangkan menurut Babad Demak raja dimaksud adalah Brawijaya yang memerintah pada tahun 1468 hingga 1478 (Sumadio, 1990: 440 – 450).
Bila angka tahun ini dikaitkan dengan peristiwa terbunuhnya Pangeran Guru oleh Endang Darma yang menurut Babad Dermayu terjadi pada tahun 1527 maka raja Majapahit yang dimaksud kemungkinan besar adalah Brawijaya. Seandainya Pangeran Guru atau Arya Dilah lahir ketika Brawijaya bertahta, maka pada saat terjadi peristiwa peperangan dengan Endang Darma berumur antara 49 hingga 59 tahun.
Tahun peristiwa tersebut berada pada kurun waktu awal masa Islam di mana Majapahit mulai mengalami masa kemunduran. Beberapa situs yang ada di Indramayu banyak yang menunjukkan berasal dari masa awal Islam misalnya makam Syekh Datuk Khapi di Pabean Ilir, situs Paoman, dan situs Stana Bojong Dermayu. Mencermati situasi seperti ini, wajar bila Tome Pires menerangkan bahwa di Indramayu sudah banyak masyarakat muslim tetapi syahbandarnya masih kafir. Karena pengaruh penguasa sebelum Islam masih belum lepas dari penguasa sebelumnya.