PEMOTONGAN masa hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo oleh Mahkamah Agung (MA) disoroti Indonesia Corruption Watch (ICW). Pertimbangan majelis hakim kasasi dianggap absurd oleh Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
“Alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan memberi harapan pada masyarakat tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK,” kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Kamis, 10 Maret.
Dia menyebut, hakim kasasi yang menyunat hukuman Edhy dari sembilan tahun penjara menjadi lima tahun tak melihat sejumlah faktor yang justru memperberat hukuman itu.
Baca Juga:Komisi Yudisial Analisi Putusan MA Potong Hukuman Edhy Prabowo 4 Tahun PenjaraTanggapan Ketua KPK Filri Bahuri Soal Hukuman Edhy Prabowo yang Dipotong 4 Tahun Penjara
Faktor pertama, kata Kurnia, Edhy telah memanfaatkan jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan untuk meraup
keuntungan dengan cara melawan hukum yaitu menerima suap terkait perizinan ekspor benih bening lobster (BBL).
Faktor kedua, politikus Partai Gerindra itu disebut telah melakukan korupsi di tengah pandemi COVID-19 di mana banyak masyarakat menderita.
“Bagaimana mungkin hakim mengatakan terdakwa telah memberi harapan kepada masyarakat sedangkan pada waktu yang sama Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi COVID-19,” tanyanya.
Dengan kondisi itu, pegiat antikorupsi itu kemudian menilai putusan MA untuk memotong masa hukuman Edhy terbilang janggal. Sebab, hukuman lima tahun penjara itu hanya lebih berat enam bulan dibandingkan hukuman
dengan masa hukuman yang dijatuhkan kepada stafnya, Amiril Mukminin yang terjerat kasus suap tersebut.
“Terlebih lagi dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri,” tegas Kurnia.
Baca Juga:Sony Interactive Entertainment Hentikan Distribusi PlayStation, Termasuk Seluruh Software dan Hardware ke RusiaAnggota Komisi VII DPR Minta Pemerintah tetapkan Pertalite Sebagai BBM Penugasan
Lebih lanjut, Kurnia juga mengatakan pemotongan hukuman terhadap Edhy dengan alasan yang absurd dikhawatirkan bisa menimbulkan preseden buruk. Bukan tak mungkin, nantinya pelaku koruptor tidak jera tapi malah semangat untuk melakukan korupsi.
Padahal, praktik korupsi harusnya dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. “Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi,” ujarnya.
“Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera,” imbuh Kurnia.