PENELITI Senior Lee Kuan Yew School of Public Policy, Evan A.Laksmana mengatakan persoalan di Laut Natuna Utara (LNU) harus ditempatkan dalam konteks strategis yang lebih luas karena kawasan ini bersinggungan dengan Laut China Selatan (LCS).
Selain itu, menurut dia, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok telah mempengaruhi perilaku negeri tirai bambu tersebut di LCS.
“Di Indonesia, sering muncul persepsi bahwa perilaku Tiongkok di LNU atau LCS merupakan bagian dari upaya negara tersebut untuk mengokupansi atau menginvasi Indonesia. Ini buat saya kesalahan persepsi, jadi kita harus memberikan konteks yang lebih luas,” ujarnya dalam sebuah webinar, Jakarta, Rabu 9 Maret.
Baca Juga:Polda Lampung Tangkap 2 Tersangka Tindak Pidana Perdagangan Orang Jaringan Lampung, Ponorogo, Jakarta, dan SingapuraTerima Gaji Dobel, Komisioner KPU Parigi Moutong Dipecat
Sebenarnya, lanjut dia, kepentingan utama dari Tiongkok masih terkait legitimasi dari Partai Komunis China selaku partai penguasa di Tiongkok.
Ekspansi teritorial dinilai hanya akan dipertimbangkan dalam konteks kepentingan utama (core interest), seperti yang dilakukan Tiongkok terhadap Hongkong atau Taiwan.
“Masalah LNU bukan berada di level yang sama dengan Hongkong atau Taiwan,” ungkap Evan.
Menurut dia, apa yang dilakukan Tiongkok di LNU dan LCS tak boleh dikatakan sebagai bagian dari strategi untuk menginvasi atau bahkan merebut seluruh sumber daya alam Indonesia. Namun, apa yang dikerjakan Tiongkok di LNU dan LCS harus dinyatakan sebagai kesalahan atau perbuatan ilegal.
Tiongkok juga disebut selalu merasa ada dominasi militer AS di lingkungan strategis mereka sehingga menghambat aspirasi negara itu sebagai negara besar.
“Karena itu, mereka (Tiongkok) sangat concern kemungkinan intervensi AS. Kita harus melihat perilaku Tiongkok adalah bukan semata-mata mereka mampu untuk melanggar norma-norma (kelautan) yang ada, tapi juga ada pertimbangan strategis lainnya,” ucap dia. (*)