Sebelumnya, Anggota DPR RI Fadli Zon menyarankan agar Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara untuk segera direvisi.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengungkapkan, data sejarah dalam Keppres tersebut pun banyak yang salah. Selain menghilangkan peran Letkol Soeharto sebagai komandan lapangan, juga menghilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
“Fatal. @jokowi @mohmahfudmd. Data sejarah banyak salah. Selain menghilangkan peran Letkol Soeharto sebagai Komandan lapangan, juga hilangkan peran PDRI,” bebernya melalui cuitan di Twitter.
Baca Juga:‘Jantungnya Eropa’ Diinvasi Rusia, 7 Fakta Menarik yang Jarang Diketahui dari UkrainaOlivia Chadidjah Salampessy: Kekerasan Terhadap Perempuan Bagaikan Fenomena Gunung Es
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sementara menyebut bahwa nama Soeharto tak ditulis karena Keppres itu berisi tentang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Hari itu, kata Mahfud, merupakan titik krusial yang sangat penting bagi upaya mempertahankan Indonesia yang sudah merdeka.
“Ada pertanyaan kenapa dalam keputusan presiden itu tidak disebut nama Soeharto? Nah saudara, ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah. Kalau buku sejarah tentu menyebut nama orang yang banyak,” kata Mahfud dalam video pernyatannya di channel YouTube Kemenkopolhukam yang dikutip Jumat (4/3/2022).
Keppres tersebut, kata dia, hanya menyebutkan hari itu adalah hari penegakan kedaulatan negara. Dalam Keppres itu hanya menyebut pimpinan negara saat itu yakni Presiden dan Wakil Presiden kemudian Menhan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Panglima Sudirman sebagai penggagas dan penggerak SU 1 Maret 1949.
“Nah yang lain tidak disebutkan. Pak Harto tidak disebutkan di Keppres itu, Pak Nasution, Pak Tawilarang, Pak Urip Sumoharjo tidak disebutkan tetapi ini tidak hilang jejak sejarahnya. Ini ada buku naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai hari nasional penegakan kedaulatan negara,” katanya.
Dia mengakui nama Soeharto hanya muncul dalam naskah akademik. Naskah akademik itu disusun berdasarkan hasil seminar yang dibuat Pemda Yogyakarta, UGM dan melibatkan Pemda di seluruh Indonesia. (*)