Perjuangan Ulama Nusantara Membantah Sufi

Perjuangan Ulama Nusantara Membantah Sufi
Petilasan Syekh Siti Jenar di Banyuwangi
0 Komentar

Dalam perjalannanya, ajaran sufi mulai mendapat tanggapan, kritikan, dan bantahan dari para ulama setempat. Ar-Raniri, misalnya, ia sangat menentang dan tidak setuju terhadap ajaran hulul dan wihdatul wujud meski dirinya juga masih berkesufi-sufian. Bahkan ia memvonis kafir lagi murtad bagi siapa pun yang tidak mau melepaskan diri dari ajaran itu karena sedemikian bahayanya.

Selain vonis kafir, kedudukannya sebagai syaikhul islam di kerajaan dimanfaatkannya dengan dukungan Sultan Iskandar Tsani untuk menjatuhkan hukum mati bagi pemilik keyakinan kafir ini dan membakar seluruh buku yang mendukungnya, di antaranya adalah buku-buku Hamzah Al-Fanshuri.

Dalam Fath Al-Mubin, Ar-Raniri menceritakan, “…dan lagi kata mereka itu, al-‘alam huwa Allah, huwa al-‘alam, bahwa alam itu Allah dan Allah itu alam. Setelah sudah demikian itu, maka disuruh raja akan mereka itu membawa tobat daripada itikad yang kufur itu. Maka dengan beberapa kali disuruh raja jua akan mereka itu membawa tobat, maka sekali-kali tiada ia mau tobat, hingga berperanglah mereka itu dengan penyuruh raja. Maka disuruh oleh raja bunuh akan mereka, dan disuruhnya himpunkan segala kitab karangan guru mereka di tengah medan masjid yang bernama Bayt Al-Rahman. Maka disuruh oleh raja tunukan segala kitab itu.”

Baca Juga:Modus Penguasaan Area Laut, Lain Bekasi Lain TangerangHasil Penyelidikan Polisi Ada Dugaan Pemalsuan Dokumen SHGB dan SHM Pagar Laut Tangerang: 44 Saksi

Penulis Jaringan Ulama (hal. 219) meriwayatkan, “Lebih jauh lagi, dia (Ar-Raniri) menantang para pendukung doktrin Wujudiyah memperdebatkan masalah ini. Ar-Raniri menyatakan, perdebatan itu diselenggarakan di istana Kasultanan di hadapan Sultan atau Sultanah. Dalam beberapa kasus, perdebatan-perdebatan sangat sengit dan berlangsung selama beberapa hari.”

Daripada itu, Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari (1122-1227) pun turut andil dalam memberantas ajaranwihdatul wujud (kisahnya dapat ‘dinikmati’ dalam buku Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad Ke19 hlm. 95-96).

Ceritanya persis dengan cerita Al-Hallaj dan Syaikh Siti Jenar di Jawa. Sebagian sejarawan menilai kisah-kisah semacam ini hanya semacam dongeng sebagaimana penilaian Buya Hamka dan sebagian yang lain meyakini benar adanya. Perbedaan-perbedaan di kalagan sejarawan semacam ini kiranya dapat dimaklumi.

0 Komentar