IBU Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia pernah berpindah dari Jakarta ke Jogjakarta pada 4 Januari 1946. Infomasi pemindahan itu disiarkan melalui Radio RRI oleh Wakil Menteri Penerangan Mr. Ali Sastroamidjojo.
Alasan utama pemindahan tersebut tak lain adalah masalah keamanan setelah Jepang mengakui kekalahannya dan tentara NICA Belanda hendak kembali mencengkeram Indonesia.
Banyaknya sejarawan yang menyebut pemindahan ibu kota itu adalah permintaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX membuat Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono Xangkat bicara.
Baca Juga:Angkat Bicara, Jusuf Kalla: Pemilu 2024 Ditunda, Negeri Ini Akan RibutDuduk Perkara Aksi Intoleran Terhadap Muhammadiyah di Cluring
Saat acara pembacaan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, Ngarsa Dalem menampik hal tersebut. “Yang betul, saat itu Jawaharlal Nehru getol untuk membantu Indonesia karena baru India yang mengakui kemerdekaan. Di mana dianggap tidak aman maka menyarankan pindah dan sudah dibicarakan dengan matang karena Belanda sudah masuk,” ujar Ngarsa Dalem pada Selasa (1/3).
Menurutnya semua itu sudah didesain sehingga dasarnya bukan Sri Sultan HB IX yang meminta agar ibu kota negara dipindah ke Yogyakarta. “Tetapi atas permintaan presiden RI untuk dipindah ke Yogyakarta karena sudah tidak aman. Beliau hanya mengatakan yang bersedia hanya Sultan Jogja,” imbuhnya.
Sultan HB X meminta agar jangan ada lagi anggapan bahwa ayahnya yang meminta ibu kota dipindahtangankan ke Yogyakarta.
Saat itu, Presiden Soekarno yang memang ingin memindahkan ibu kota dan Sri Sultan HB IX bersedia Yogyakarta menjadi jantung pemerintah NKRI. (*)