Dalam urusan geopolitik, negara anggota G20 memiliki kepentingan berbeda. Presiden Vladimir Putin melihat NATO sebagai organisasi yang tidak adil dan cenderung semena-mena, antara lain, melanggar kesepakatan tahun 1990. Waktu itu disepakati bahwa NATO tidak boleh melakukan ekspansi ke wilayah timur. Tapi, dalam kenyataan, satu per satu negara Eropa Timur “dirangkul” menjadi anggota NATO.
Putin sepertinya ingin “sedikit” mengembalikan masa kejayaan Uni Soviet sebagai pemenang Perang Dunia II dan selama 1947-1991 menjadi pusat aliansi negara komunis Blok Timur. Akibat kemerosotan ekonomi, Presiden Michael Gorbachev mengembuskan perestroika, yakni restrukturisasi politik dan ekonomi.
Ada keterbukaan atau glasnost, ada de mokratisasi di bidang politik dan ekonomi. Uni Soviet dibubarkan 25 Desember 1991, ditandai oleh mundurnya Mikhail Gorbachev dari posisi presiden dan sejak itu bekas Uni Soviet memerdekakan diri.
Baca Juga:Babinsa hadir, Penyaluran BST Aman dan Tepat SasaranGulirkan Wacana Penundaan Pemilu Serentak 2024, Cak Imin: Hanya Sebatas Usulan
Runtuhnya komunisme dan bubarnya Uni Soviet bukan pertanda negara itu kalah perang, melainkan sebuah proses yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi yang sangat terpuruk. Tapi, yang di luar dugaan adalah tuntutan merdeka dari setiap negara anggota Uni Soviet.
Negara berdaulat yang se belumnya menjadi bagian dari Blok Timur “meninggalkan” Rusia dan merapat ke Uni Eropa dan NATO. Ukraina adalah satu dari beberapa Negara yang masih di luar NATO. Rusia tidak mau ditinggal sendirian dan berusaha de ngan berbagai cara untuk mencegah Ukraina bergabung ke NATO. Pada tahun 2014, Rusia menganeksasi Crimea. NATO tidak berkutik.
Selain negara-negara di Asia Tengah, kini tinggal Balarus, Moldova, Georgia, dan Ukraina yang belum bergabung ke NATO. Invasi Rusia ke Ukraina mengungkapkan pentingnya masalah geopolitik. Ke depan, kepentingan nasional setiap negara Kelompok G20 bakal memicu ma salah geopolitik.
Di Asia, wilayah Laut Tiongkok Selatan menyimpan bara api mudah meletup menjadi konflik terbuka sejumlah negara, di antaranya Indonesia, RRT, Jepang, dan AS. Saat menghadapi ma salah geopolitik, negara anggota G20 yang tidak berkepenting an langsung dengan wilayah konflik umumnya memilih diam.
Dalam menghadapi konflik Rusia vs Ukraina, Brasil dan RRT sudah menyatakan, tidak akan memusuhi Rusia. Ditegaskan, mereka membutuhkan Rusia. Hanya anggota NATO yang memberikan sanksi ekonomi dan militer. Sebagai presidensi G20 dan negara yang mengusung politik luar negeri “bebas aktif”, Indonesia hanya memberikan imbauan agar tidak ada perang. Pihak yang berkonflik diimbau menahan diri.