Filosofi JHT adalah untuk meng-cover ketika peserta JHT yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek memasuki masa tua atau pensiun. Program JHT dirancang untuk kepentingan jangka panjang pekerja guna menyiapkan para pekerja di usia yang sudah tidak produktif dan masih dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik. Sedangkan untuk kepentingan jangka pendek sudah terdapat beberapa program lain seperti yang terbaru, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), untuk membantu para pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berdasakan data BP Jamsostek, pada 2021, dana JHT mencapai Rp 372,51 triliun, meningkat 9,32% dibandingkan tahun 2020. Adapun hasil investasi tahun lalu mencapai Rp 24,44 triliun atau meningkat 6,45% dibandingkan tahun 2020. Hanya 4% pembayaran klaim JHT yang mencapai usia pensiun 56 tahun.
Pembayaran klaim terbesar atau 55% karena pekerja mengundurkan diri, selanjutnya karena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar 36%, meninggal dunia (peserta aktif) 2%, pengambilan dana 10% yang porsinya tercatat 2%, dan faktor lain-lain 1%.
Baca Juga:Konglomerat Rusia Geram dengan Keputusan Invasi PutinSusul Pedagang Tahu Tempe, Hari Ini Pedagang Daging Mogok Jualan 5 Hari
Selain karena tuntutan dari masyarakat, revisi Permenaker ini juga karena timing yang tidak pas. Prinsip yang dipakai pemerintah adalah menghindari kerusakan jauh lebih penting dari mengambil kemaslahatan. Program JHT memiliki unsur kemaslahatan agar para pekerja mendapatkan jaminan ketika sudah tidak produktif di masa tua. Namun karena ada tuntutan pekerja yang akan menciptakan kondisi yang tidak kondusif, maka menghindarkan kerusakan jauh lebih penting dari mengambil maslahat.
Aksi-aksi protes dan mogok kerja para pekerja karena menuntut pencabutan Permenaker 2/2022 akan membuat banyak target perusahaan tidak tercapai, khususnya untuk industri padat karya, baik untuk orientasi domestik maupun ekspor, karena banyaknya tuntutan.
Produksi terganggu dan pemerintah merugi karena penerimaan pajak bisa berkurang atau menjadi tidak optimal. Pemulihan ekonomi akan lebih lambat dari ekspektasi Langkah pemerintah merevisi Permenaker 2/2022 diharapkan segera mengakhiri polemik JHT. Jika polemik berlangsung lama hanya akan merugikan banyak pihak. Polemik berlarut-larut akan merusak hubungan industrial dan mengganggu produktivitas. Polemik hanya akan menurunkan angka produksi industri. Menjelang Ramadan permintaan berpotensi melonjak dan biasanya pengusaha sudah antisipasi dengan meningkatkan kapasitas produksi dua bulan sebelumnya.