Karena itu, lonjakan harga minyak, energi, serta komoditas bakal memompa laju inflasi lebih tinggi lagi. Padahal, dunia tengah dibayangi tekanan inflasi. Amerika Serikat yang dihantui inflasi 7,5% kemungkinan akan lebih memperketat moneter lagi, yang sangat boleh jadi diikuti negara maju lain. Alhasil, laju pemulihan ekonomi global bakal ter ganjal lagi.
Lantas, apakah Indonesia juga akan terkena imbas negatif perang Rusia vs Ukraina? IHSG yang kemarin hanya terpang kas 1,48% merupakan bukti bahwa pasar saham kita cukup resilien. Meski indeks memerah, asing tetap mencatatkan net buying cukup tinggi, sebesar Rp 894 miliar.
Ketahanan yang cukup baik di pasar saham domestik ditopang oleh kenaikan harga saham emiten-emiten komoditas yang jumlahnya cukup banyak, dengan kapitalisasi pasar yang cukup tinggi pula. Banyak emiten berbasis bisnis minyak, batu bara, mineral dan logam, serta minyak sawit mentah (CPO) yang harganya justru melejit dan diborong asing. Lagi pula, berdasarkan data empiris selama perang dalam beberapa tahun terakhir, gejolak di pasar finansial domestik hanya bersifat temporer.
Baca Juga:AS dan Sekutunya Sepakat Blokir Rusia dari Sistem Pembayaran Antar Bank GlobalFakta Kebakaran Tewaskan Ibu dan 2 Balita di Kebayoran
Seperti saat terjadi perang Afganistan pada 2001, Yaman 2002, Irak 2003, Pakistan 2004, Libya 2011, dan Suriah 2014, terungkap bahwa penurunan IHSG hanya berlangsung jangka pendek. Bahkan, dalam enam bulan, IHSG melaju kencang. Mengacu riset sebuah perusahaan sekuritas, pada perang Irak tahun 2003, indeks saham hanya turun 0,2% dalam sepekan. Namun dalam enam bulan, IHSG justru melonjak 27,5%.
Pola pergerakan indeks serupa terjadi pada perang-perang yang lain. Riset itu juga menyimpulkan bahwa berbagai perang tersebut justru menguntung kan Indonesia sebagai eksportir energi, khususnya batu bara, gas, dan CPO. Windfall profit dari lonjakan harga komoditas global tentu saja akan mempertebal pun di-pundi APBN ki ta, khususnya peneri maan negara bukan pajak. Perusahaan komoditas yang diuntungkan bukan hanya menyetor pajak lebih besar, namun memiliki pendanaan yang cukup untuk menggenjot pro gram hilirisasi komoditas yang tengah didengung-dengungkan pemerintah.
Berkah lain dari pe rang Rusia-Ukraina ada lah kesempatan bagi Indonesia untuk mengejar target lifting minyak sebesar satu juta barel per hari. Dengan harga minyak yang tinggi, Kontraktor KontrakKerja Sama (KKKS) dapat berlomba un tuk meningkatkan pengeboran untuk menggenjot produktivitas, sekaligus me micu akselerasi penerapan teknologi enhanced oil recovery.