LONJAKAN harga minyak goreng dalam dua bulan terakhir ini menyulut keprihatinan banyak pihak dan memicu kepanikan di masyarakat. Selain harganya tinggi, stok minyak goreng juga langka di pasar modern maupun tradisional. Minyak goreng yang menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat kian diburu konsumen.Â
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut adanya indikasi kartel atau penetapan harga serempak terkait melonjaknya harga minyak goreng belakangan ini. Untuk mengumpulkan bukti-bukti adanya praktik kartel, lembaga antimonopoli ini telah memanggil sejumlah produsen minyak goreng, Jumat (4/2) kemarin.
Dugaan kartel oleh perusahaan minyak goreng muncul setelah harganya melambung meski setiap produsen di Indonesia memiliki kebun kelapa sawit (CPO) sendiri yang menjadi bahan baku minyak goreng. Seharusnya, kenaikan harga CPO di pasar internasional tidak mempengaruhi minyak goreng di Indonesia.
Baca Juga:Pesta Semalam Suntuk, Adriano Leite Riberio Bayar Rp250 Juta untuk 18 PelacurFakta Nisan Dorce Gamalama Dikubur Sebagai Laki-Laki
Di sisi lain, harga pokok produksi (HPP) juga tidak berubah. KPPU mengungkapkan, saat ini konsentrasi sebesar 46,5% pasar minyak goreng hanya dikendalikan oleh empat produsen besar. Dari penelitian KPPU, pelaku usaha terbesar dalam industri mi nyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO, hingga produsen minyak goreng. Mereka me ngu asai dari hulu hingga hilir.
Sinyal praktik kartel semakin kuat ketika ada kenaikan harga CPO, situasi tersebut dijadikan momentum oleh produsen besar minyak goreng untuk menaikkan harga. Pada hal, seharusnya mereka yang pabriknya terintegrasi secara vertikal dengan kebun sawit, mendapat pasokan dari kebunnya sendiri.
Mereka menguasai di hulu dan di hilir, tapi mereka tetap mengacu pada harga internasional. Hal ini karena mereka yakin, kalaupun harga minyak gorengnya dinaikkan, akan tetap laku di pasaran karena permintaan terhadap minyak goreng ini cenderung elastis.
Selain pabrik minyak goreng tersebut terintegrasi dengan kebun sawit milik mereka, perusahaan-perusahaan tersebut diduga menaikkan harga jual secara bersamaan. Mestinya, jika terjadi kenaikan di produk minyak goreng perusahaan A, misalnya, maka perusahaan B atau C akan mengambil alih pasar perusahaan A dengan tidak ikut menaikkan harga. Namun yang terjadi justru para pemain besar minyak goreng tersebut menaikkan harga secara serempak.