Seperti pernah saya tulis sebelumnya, bukan tidak mungkin pola yang diterapkan Presiden Trump terkait pembatalan sepihak perjanjian INF tersebut juga pernah diterapkan oleh Presiden George W Bush pada 2002, ketika membatalkan perjanjian Anti-Ballistic Missile Treaty 1972. Begitu Bush mengumumkan pembatalan secara sepihak Anti-Ballistic Missile Treaty 1972, pemerintah AS segera mengembangkan dan mengerahkan Sistem Pertahanan Antirudal bernama Aegis Ashore, yang diproduksi oleh Lockheed Martin.
Sistem Pertahanan antirudal Aegis Ashore tersebut kemudian ditempatkan di beberapa negara Eropa Barat, seiring dengan penempatan sistem pertahanan antirudal THAAD di Korea Selatan. Fakta penting yang perlu kita catat dan cermati dalam kedua event ini adalah; baik Aegis Ashore maupun THAAD sama-sama buatan Lockheed Martin. Berarti ini merupakan bukti nyata bahwa di balik pembatalan perjanjian INF AS-Rusia ada keterlibatan kepentingan korporasi global yang bergerak dalam bidang industri pertahanan strategis seperti Lockheed Martin.
Maka itu tidak berlebihan bila Tony Cartalucci berani berkesimpulan bahwa pembatalan sepihak Bush terhadap Anti-Ballistic Missile Treaty 1972 maupun perjanjian INF AS-Rusia yang kemudian ditindaklanjuti dengan penempatan sistem pertahanan antirudal Aegis Ashore di Eropa maupun THAAD di Korea Selatan, pada hakekatnya merupakan kesinambungan agenda strategis yang sama. Siapapun yang berkuasa di Gedung Putih.
Baca Juga:Desak Pemerintah Lindungi Kebebasan Berekspresi, Amnesty International: Selidiki Penangguhan Akun Twitter Wadas MelawanAkun @Wadas_Melawan Disuspend Twitter, Begini Tanggapan Polda Jawa Tengah 
Apalagi dengan adanya dua payung kebijakan strategis yang dirilis Pentagon pada 2017 lalu: the National Security Strategy dan the National Defense Strategy, yang menetapkan Cina dan Rusia sebagai musuh utama AS, maka pengembangan aneka jenis senjata nuklir jarak menengah itu kemudian diikuti dengan meningkatnya kekuatan militer AS yang diarahkan ke negara-negara yang berbatasan langsung dengan Cina maupun Rusia.
Maka itu, sudah saatnya Indonesia dan ASEAN menaruh perhatian khusus lewat ADMN untuk secara khusus membahas soal sistem pertahanan anti-rudal AS yang berpotensi menciptakan perang nuklir sehingga membahayakan keamanan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute.
Artikel ini telah tayang di The Global Review tanggal 14 Februari 2022