DI tengah suasana yang kian memanas di perairan Laut Cina Selatan antara Amerika Serikat (AS) versus Cina, Negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan negara-negara Asia Tengggara atau ASEAN, sebaiknya tidak melibatkan diri terlalu jauh ke dalam setiap kerangka kerjasama pertahanan seperti dalam program sistem pertahanan anti-rudal (anti-missile defense).
Bukan itu saja. Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya sudah seharusnya menentang niat dan rencana AS untuk membangun pangkalan-pangkalan militer maupun persenjataannya dalam kerangka Sistem Strategis Militer AS untuk membangun ruang pengaruhnya (sphere of influence) di negara-negara ASEAN.
Lagipula, sejauh kajian tim riset Global Future Institute (GFI) terkait sistem pertahanan anti-rudal AS tersebut di atas, diprediksi tidak akan mampu menghadapi keandalan senjata-senjata rudal moderl Cina termasuk hypersonic. Sehingga setiap upaya kerjasama yang ditawarkan AS kepada Indonesia seperti pemberian kapal perang buatan AS yang bermuatan elemen-elemen sistem pertahanan anti-rudal yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan negara-negara ASEAN, pada perkembangannya justru akan membahayakan Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.
Baca Juga:Desak Pemerintah Lindungi Kebebasan Berekspresi, Amnesty International: Selidiki Penangguhan Akun Twitter Wadas MelawanAkun @Wadas_Melawan Disuspend Twitter, Begini Tanggapan Polda Jawa Tengah 
Dengan kata lain, keberadaan kapal-kapal perang AS bermuatan sistem pertahanan anti-rudal di pelabuhan Indonesia maupun negara-negara ASEAN lainnya, pada perkembangannya akan menjadikan Indonesia dan negara-negara ASEAN sebagai target militer Cina.
Sebagai negara yang menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, sangat dianjurkan bagi Indonesia tidak mengorbankan kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan Cina sebagai mitra utama ASEAN saat ini, dengan mengadakan kerjasama dengan AS melalui skema kerjasama militer di bidang sistem pertahanan anti-rudal.
Rencana AS untuk mengembangkan sistem pertahanan anti-rudal berskala global (global anti-missile system), termasuk di ruang angkasa, pada perkembangannya sangat berbahaya bagi keamanan regional Asia Tenggara.
Maka itu sudah saatnya bagi ASEAN untuk membahas masalah krusial tersebut dalam ASEAN Defense Minister Meeting (ADMM), sebuah pertemuan tetap antar para menteri pertahanan negara-negara ASEAN. Sekaligus wadaha bagi negara-negara di Asia Tenggara untuk menjalankan Diplomasi Pertahanan.
Sistem pertahanan anti-rudal AS tersebut di atas memang masalah yang krusial bagi Indonesia maupun ASEAN pada umumnya. Penempatan sistem pertahanan antirudal AS Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) di Korea Selatan dan kemungkinannya untuk meluaskan lingkup penempatannya di beberapa negara sekutu AS lainnya di Asia Tenggara seperti Filipina dan Singapura, nampaknya semakin mengkhwatirkan. Apalagi dengan keputusan Presiden Donald Trump membatalkan secara sepihak perjanjian senjata nuklir jarak menengah (INF) antara AS dan Rusia pada 1987.