BETAPA pun hebatnya Ganjar Pranowo membangun Jawa Tengah dengan berbagai prestasi, catatan pertama yang tidak akan pernah hilang dari benak umat beragama dan bermoral Indonesia adalah pernyataannya senang nonton Film Porno.
Pada satu sisi hal itu mungkin telah diperhitungkan sebagai suatu hal yang biasa dan wajar karena jutaan orang Indonesia senang nonton film porno sebagaimana tampak dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan, sebanyak 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual (pornografi) melalui media daring (online).
Dari sisi moral kepemimpinan, tentunya pernyataan Ganjar tersebut blunder besar yang dibuatnya sendiri, walaupun seiring waktu mungkin banyak orang Indonesia yang lupa, namun pada saatnya ketika copras-capres menjadi hangat dan memanas, isu suka menonton pornografi ini akan menjadi ganjalan besar dalam perjalanan karir politik Ganjar.
Baca Juga:Polemik Jaminan Hari TuaMantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Mengapa demikian? Karena hal ini bukan soal jujur atau bohong menyukai film porno, melainkan lebih kepada contoh tauladan yang dapat semakin menghancurkan moral anak bangsa Indonesia yang sudah semakin rusak karena intervensi teknologi. Selain itu, juga soal kendali kepada apa yang patut dan tidak patut untuk diungkapkan.
Sekarang mari kita lihat dampak dari konflik agraria desa Wadas kepada Ganjar Pranowo. Hanya dalam hitungan menit, maka telah tercipta meme dan propaganda yang menghancurkan nama baik Ganjar Pranowo yang dikembangkan oleh elemen politik tertentu bernuansa intelijen yang juga bekerjasama dengan mereka yang dilabelkan sebagai kelompok radikal Islam politik oleh pemerintahan Jokowi.
Terkait kasus Wadas, meskipun Ganjar kemudian menyampaikan permohonan ma’af, ujian sesungguhnya adalah apakah Ganjar dapat berpihak kepada rakyat kecil, ataukah tidak berdaya dalam tekanan dan ambisi oligarki serta berlindung dibalik mediasi Komnas HAM yang semakin kurang kredibel.
Tekanan dari kasus langkah represif menggunakan aparat polisi tersebut bukan masalah kecil dan tidak cukup dengan minta ma’af belaka karena telah bergulir menjadi kebencian kepada rezim yang didorong oleh fakta langkah kebijakan aparat pemerintah provinsi dan polisi serta instansi terkait lainnya sangat sembrono, apalagi disertai penangkapan warga yang tidak perlu. Walaupun Polisi mencoba membela diri dengan menyatakan bahwa penangkapan puluhan warga desa Wadas telah sesuai prosedur, namun tampak jelas dari puluhan video bahwa apa yang dikatakan sebagai prosedur tersebut benar-benar menguras emosi rakyat Indonesia untuk membenci Pemerintahan Jokowi.